Standar Kompetensi:
Mahasiswa
mampu:
1. Menggunakan bahasa Indonesia
untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan sikap ilmiah ke dalam berbagai bentuk
karya ilmiah yang berkualitas, baik tulis maupun lisan
2.
Menggunakan
kemahiran dalam berbahasa Indonesia untuk mengembangkan diri sepanjang hayat.
Bahasa sebagai alat komunikasi
1. Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan
media bahasa.
2. Komunikasi merupakan penggerak kehidupan, manusia
selalu butuh berinteraksi dengan manusia lain.
Sejarah
bahasa Indonesia
1.
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
2.Kenapa bahasa Melayu ?
a. Karena telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
a. Karena telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
b.
Diterima oleh semua suku bangsa di Indonesia.
c.Bersifat demokratis.
d.Bersifat reseptif à mudah menerima masukan bahasa daerah atau bahasa
asing.
Problematik
bahasa Indonesia
1. Pengaruh bahasa daerah dan asing tidak cukup
terkontrol.
2. Berbahasa Indonesia, tetapi masih berpikir dalam
bahasa daerah.
3. Masalah penulisan ilmiah.
Penilaian
terhadap bahasa Indonesia
1.Menganggap bahasa Indonesia ada secara alamiah à
sehingga merasa tidak perlu ada pembinaan secara terencana.
2.Menganggap bahasa Indonesia itu Mudah à enggan
mempelajari dengan sungguh-sungguh.
3. Menganggap bahasa Indonesia lebih rendah dari pada
bahasa Asing à kemampuan berbahasa asing dijadikan ukuran
keterpelajaran seseorang.
Sikap
positif yang diharapkan:
1.
Bangga berbahasa nasional, bahasa Indonesia.
2. Mempunyai rasa setia terhadap bahasa Indonesia.
3. Merasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa
Indonesia.
Bhs
Indonesia di Perguruan Tinggi
1. Bahasa Ilmiah à Bhs yg baku, lugas
, disampaikan secara obyektif.
2. Menjelaskan hal-hal rumit menjadi jelas, menguraikan
hal sulit menjadi mudah, bukan sebaliknya.
Bahasa
Baku
1. Bhs Baku à
Standar atau patokan bahasa yang benar, yang berlaku untuk suatu bahasa.
2. Fungsi bhs baku à Pemersatu; Pemberi kekhasan; Pembawa kewibawaan;
Sebagai kerangka acuan.
3. Ciri bhs baku à Kemantapan Dinamis; Kecerdasan; Keseragaman.
Pengantar
Umum
(Fungsi & Ragam Bahasa)
Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah seperangkat bunyi yang sistematis. Pentingnya
Bahasa,Bahasa sangat penting bagi manusia. Buktinya? Pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari
dan banyaknya perhatian para ilmuwan dan praktisi terhadap bahasa.
Fungsi
bahasa bagi setiap orang:
1. Alat komunikasi; 6. alat fungsional
2. Alat mengekpresikan diri; 7. alat
untuk berpikir.
3. Alat berintegrasi dan beradaptasi sosial; 8. Fungsi
khayalan/
immajiner
4. alat kontrol sosial. (Keraf 1994:3-6) 9. Fungsi
emosional
5. alat informatif
Kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia
1. Lambang kebanggaan nasional.
2. Lambang identitas nasional.
3. Bahasa persatuan berbagai suku bangsa yang memiliki
latas belakang bahasa dan budaya yang berbeda.
4. Bahasa perhubungan antara berbagai wilayah
nusantara.
Kedudukan
sebagai bahasa Negara berfungsi sebagai :
1. Bahasa resmi Negara.
2. Bahasa pengantar didunia pendidikan.
3. Bahasa perhubungan dalam rangka mewujudkan
kepentingan nasional.
4. Bahasa pengmbang ilmu pengetahuan, tehnologi dan
budaya.
Ragam
& Laras Bahasa
1. Ragam Bahasa: variasi bahasa yang terjadi karena
pemakaian bahasa.
2. Ragam bahasa dibedakan berdasarkan media
pengantarnya dan berdasarkan situasi pemakaiannya.
3. Berdasarkan medianya: ragam lisan & tulis.
4. Berdasarkan situasi pemakaiannya: ragam formal, semi
formal dan nonformal. Ragam resmi dan tidak
resmi, ragam baik dan kurang baik, ragam benar dan kurang benar, ragam baku dan
non baku, ragam ilmiah dan non ilmiah, ragam Indonesia dan daerah, ragam lisan
dan tulis.
Ragam
& Laras Bahasa
Laras bahasa: kesesuaian antara bahasa yang dipakai
dengan fungsi pemakaian bahasa. Laras bahasa tidak sama dengan ragam bahasa.
Dua
Ragam Utama
1. Penggolongan ragam bahasa berdasarkan media
pengantarnya atau cara berkomu-nikasi menghasilkan ragam lisan dan ragam
tulis. Kedua ragam ini disebut sebagai ragam utama.
2. Kenapa? Apapun ragam dan laras bahasa yang
dipilih oleh seseorang, harus diwujudkan dalam bentuk lisan atau tulis.
Perbedaan
Ragam Lisan & Tulis
1. Ragam lisan memerlukan pendengar yang siap
mendengarkan pesan yang diucapkan/disampaikan oleh seseorang.
2. Di dalam ragam lisan, unsur-unsur fungsi gramatikal
seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan tidak selalu dinyatakan dengan
kata-kata (gesture dan mimik muka)
Perbedaan
Ragam Lisan & Tulis
1. Ragam lisan terikat pada situasi, kondisi, ruang,
dan waktu.
2. Makna, dalam ragam lisan, dipengaruhi oleh
tinggi-rendah dan panjang pendek-nya nada suara.
3. Di dalam ragam tulis, makna ditentukan terutama oleh
pemakaian tanda baca.
Ragam Bahasa Indonesia
1. Ragam
Daerah atau Ragam Dialek, Ragam patokan daerah, lazim dikenal dengan
dialek/logat. Ragam ini digunakan sekelompok masyarakat dari suatu wilayah atau
daerah tertentu. Misalnya dialek Medan, Jawa, Sunda, dan Aceh.
2. Ragam
Sosiolek, Ragam sosiolek adalah ragam bahasa yang mencerminkan pribadi sosial
pengguna bahasa. Seorang yang berpendidikan tinggi tentu berbeda ragam dalam
pemakaian bahasa dengan orang yang berpendidikan rendah. Begitu juga jika kita
membandingkan bahasa yang digunakan oleh para pekerja pelabuhan dan calo di
terminal. Bahasa yang digunakan oleh cerdik pandai umumnya lebih bagus dan
piawai. Mereka yang pernah mengecap pendidikan dapat membedakan pengucapan
kata-kata seperti: folio, film, apotek, dan fitnah. Mereka dapat menganalisis
kebenaran sesuai dengan konteks kalimat atau kebakuan kata. Folio sebagai jenis
kertas atau polio yang merupakan jenis penyakit sesuai dengan konteks kalimat
yang diinginkan. Demikian juga kata film adalah jenis kata yang baku bukan
filem. Begitu juga kata apotek, termasuk kata baku, karena toko obat disebut
sebagai apoteker bukan apotiker. Sedangkan mereka yang tidak pernah belajar
bahasa akan semena-mena mengucapkan kata-kata seperti: pilem/pilm, pitnah dan
lain-lain (Yamilah dan Samsoerizal, 1994:10).
3. Ragam
Fungsiolek, Ragam berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas.
Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan: kesehatan, susastra, olahraga,
jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan
ciri tersendiri dalam pengungkapannya.
4. Ragam
Lisan dan Tulis, Ragam lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memanfaatkan
alat ucap dengan bantuan intonasi, mimik, dan gerak-gerik anggota tubuh.
b. Komunikasi
berlangsung secara tatap muka.
Ragam bahasa tulis memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a
. Menggunakan
ejaan dalam penyampaian informasi.
b. Komunikasi
berlangsung secara non tatap muka.
Ragam bahasa lisan, dalam kegiatan
sehari-hari terwujud melalui:
a. Ragam
percakapan. c. Ragam kuliah.
b. Ragam
pidato.
Sedangkan
ragam bahasa tulis dapat dilihat pada penggunaan:
a. Ragam
teknis.
b. Ragam
undang-undang.
c. Ragam
catatan.
d.
Ragam
surat-menyurat.
e. Ragam
Baku dan Tidak Baku,
Ragam
bahasa baku (standar) memiliki sifat; kemantapan, dinamis, kecendikiaan, dan
keseragaman. Ragam baku adalah ragam (konfensional) yang telah disepakati
bersama dan terkumpul dalam Tata Bahasa Baku.
Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan dalam bahasa tulis,di
dalamnya berisi kaidah yang mengatur;
1. Bagaimana
menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran,
2. bagaimana
hubungan antar lambang-lambang itu baik pemisahan atau penggabungan dalam suatu
bahasa. Secara teknis ejaan dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan
kata, penulisan kalimat, dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi.
Ejaan yang pernah dirumuskan
untuk kepentingan tulis menulis di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Ejaan
Van Ophuysen (1901).
2. Ejaan
Soewandi (1947).
3. Ejaan
Pembaharuan (1957).
4. Ejaan
Melayu-Indonesia/Melindo (1959).
5. Ejaan
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan/LBK (1966).
6. Ejaan
Yang Disempurnakan (17 Agustus 1972).
Variasi Pemakaian Bahasa
Variasi
pemakaian bahasa Indonesia pun merupakan landasan pemikiran diadakannya mata
kuliah bahasa Indonesia sampai di perguruan tinggi. Kita dapat mengetahui
perbedaan pemakaian bahasa Indonesia tatkala kita membaca koran nasional dan
koran daerah, misalnya. Perbedaan itu dapat juga dibuktikan ketika kita pergi
ke daerah lain, baik pilihan kata maupun intonasi, atau bahkan kalimatnya.
Begitu pula ketika pergi ke pasar lalu ke kantor atau ke kampus, kita akan
segera tahu adanya perbedaan pemakaian bahasa Indonesia. Contoh yang paling
mudah untuk melihat perbedaan pemakaian ini adalah bahasa dalam SMS atau ceting
(chatting)
dan dalam makalah. Bahasa SMS takketat, bahkan bisa dan boleh semau kita,
sedangkan bahasa makalah penuh dengan aturan yang harus kita taati.
Perkembangan Bahasa
Bila
dibandingkan dengan bahasa Inggris, Perancis, Arab, Belanda, Mandarin, Jepang
atau bahasa asing lainnya, atau juga bahasa daerah, bahasa Indonesia relatif
masih muda. Ia baru lahir pada akhir tahun 1928, yaitu melalui Sumpah Pemuda.
Namun, perkembangannya begitu pesat. Hingga tahun 1988 -berarti enam puluh
tahun- bahasa Indonesia sudah memiliki lebih dari 60.000 kata. Kamus bahasa
Indonesia yang diterbitkan tahun 2008 telah mencapai 90.000 kata. Kemajuan yang
benar-benar pesat.
Dalam
perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik
bahasa daerah maupun bahasa asing. Banyak kosakata daerah, terutama Jawa dan
Sunda, masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing yang banyak diserap pada
awalnya adalah bahasa Arab, lalu bahasa Belanda, dan kini bahasa Inggris.
Hingga 1972 bahasa Indonesia dalam hal menyerap
lebih berorientasi pada bahasa Belanda. Karena itu, banyak kosakata yang
berasal dari bahasa Belanda, misalnya, tradisionil,
formil, sistim. Namun, sejak 1972 -bersamaan dengan lahirnya Ejaan
yang Disempurnakan (EYD)- bahasa Indonesia dalam hal menyerap kosakata asing
lebih berorientasi pada bahasa Inggris. Karena itu, kosakata yang berasal dari
bahasa Belanda seperti ketiga contoh taklagi dianggap baku. Kosakata yang
dianggap baku untuk ketiga kata tersebut adalah tradisional,
formal, dan system. Pada akhir tahun 1990-an
-ketika yang memimpin Indonesia adalah Abdurrahman Wahid- perkembangan kosakata
bahasa Indonesia memper-lihatkan gejala lain. Pada waktu itu muncul lagi
kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sebelumnya hanya digunakan di
lingkungan pesantren. Contohnya adalah kata-kata istigosah,
akhwat, ikhwan.
Perkembangan tidak hanya terjadi pada bidang
kosakata, tetapi juga pada bidang lain seperti istilah atau ungkapan dan
peribahasa. Hal tersebut bisa kita temukan dengan membaca Siti Nurbaya karya Marah Roesli dan
Saman karya Ayu Utami, misalnya.
Contoh lain dapat kita temukan dengan membaca koran tahun 1980-an dan koran
tahun 2000-an. Tahun 1980-90an muncul ungkapan menurut
petunjuk, demi pembangunan, dan sebagainya. Tahun 2000-an lebih
sering muncul kata-kata reformasi,
keos (chaos),
dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi
pada ragam resmi. Dalam ragam takresmi pun terjadi perkembangan. Bahkan,
perkembangan dalam ragam takresmi lebih pesat, namun juga lebih cepat
menghilang. Misalnya, pada tahun 1980-an muncul kata asoy yang berarti ‘asyik’; tahun
1990-an muncul kata ni ye
yang bertugas sebagai penegas kalimat; tahun 2003-an muncul kata lagi yang bertugas baru sebagai
penegas seperti pada ungkapan PD
(percaya diri) lagi atau abis lagi. Padahal arti lagi yang sebenarnya adalah
‘kembali’ atau ’sedang’. Tahun 2004 muncul gitu lo
atau getholho, dan semacamnya, tahun 2009
sudah muncul yang lain lagi.
Bidang makna pun mengalami perkembangan. Ada lima
penyebab perkembangan makna, yaitu (1) peristiwa ketatabahasaan, (2) perubahan
waktu, (3) perbedaan bahasa daerah, (4) perbedaan bidang khusus, (5) perubahan
konotasi.
peristiwa
ketatabahasaan
Sebuah kata,
misalnya tangan, memiliki makna berbeda karena konteks kalimat berbeda.
1. Agus pulang
dengan tangan hampa.
2. Dadang memiliki
banyak tangan kanan.
3. TanganDidi
sakit karena jatuh.
perubahan
waktu
makna
dahulu
|
makna sekarang
|
|
bapak : orang tua laki-laki, ayah
|
sebutan terhadap semua orang
laki-laki yang umurnya lebih tua atau kedudukannya lebih tinggi
|
|
canggih: cerewet, bawel
|
pintar dan rumit, modern
|
|
saudara : orang yang lahir dari ibu
dan bapak yang sama
|
sapaan bagi orang yang sama
derajatnya, orang yang dianggap lahir dari lingkungan yang sama seperti
sebangsa, seagama, sedaerah
|
perbedaan
bahasa daerah
Kata atos dalam bahasa
Sunda berarti ’sudah’, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti ‘keras’. Kata bujur dalam bahasa
Sunda berarti ‘pantat’, sedangkan dalam bahasa Batak berarti ‘terima kasih’,
dan dalam bahasa Indonesia berarti ‘panjang’.
perbedaan
bidang khusus
Dalam bidang
kedokteran kata koma berarti ’sekarat’, sedangkan dalam bidang bahasa
berarti ’salah satu tanda baca untuk jeda’. Kata operasi dalam bidang
kedokteran berarti ‘bedah, bedel’, dalam bidang kemiliteran atau yang lain
berarti ‘tindakan’, dan dalam bidang pendidikan berarti ‘pelaksanaan rencana
proses belajar mengajar yang telah dikembangkan secara rinci’.
perubahan
konotasi
Kata penyesuaian berarti
‘penyamaan’, tetapi agar orang lain tidak terkejut atau marah, kata itu dipakai
untuk makna ‘penaikan’. Misalnya penaikan
harga menjadi penyesuaian harga. Perkembangan
lain dalam bahasa Indonesia adalah pergantian ejaan. Sejak 1972 bahasa
Indonesia memakai sistem ejaan yang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD),
yang dalam kenyataannya sampai sekarang belum diperhatikan penuh oleh masyarakat
pemakainya. Karena itu, kesalahan pemakaian masih banyak terjadi. Misalnya,
banyak orang masih kesulitan membedakan pemakaian huruf kecil dan huruf
kapital; pemakaian singkatan nama diri, nama gelar, dan nama lembaga. Padahal,
jika diperhatikan, pemakaian ejaan dapat juga membedakan makna.Perhatikan
contoh kedua kalimat matematis ini! Perbedaan ada pada pemakaian tanda baca
koma.
Diketahui A = 4, berapa
nilai B, C, D, dan E pada kedua pernyataan berikut?
1) A = B, C, D, dan E.
2) A = B, C, D dan E.
Contoh lain
tentang pemakaian huruf kapital dan huruf kecil:
- Kemarin ibu pergi dengan Ibu Neneng.
- Orang Sumedang makan tahu sumedang.
Kesalahan lain
yang sering dijumpai adalah pelafalan yang taksesuai dengan kaidah ejaan.
Menurut EYD, setiap kata dilafalkan sesuai dengan hurufnya, kecuali untuk nama
diri. Untuk nama diri, penulisan dan pengucapan merupakan hak otonomi pribadi.
Misalnya, Deassy, Dessy, Desy, Desie, Desi, Deasie; Yenny, Yeny, Yenni, Yennie,
Yenie, atau Yeni. Namun, masih banyak di antara kita yang “buta huruf” sehingga
takdapat membedakan huruf c dan huruf k, dan huruf s; atau huruf t dengan huruf c, dalam beberapa kata yang berbeda. Karena kurang
perhatian pada hal-hal sepele itu, banyak orang melafalkan secara taktepat
kata-kata panitia, unit, pasca,
aksesoris, lab (akronim dari laboratorium yang
diucapkan salah: leb)dan sebagainya.
Bahasa
yang Baik dan Benar
1. Bahasa dapat dikatakan sudah baik apabila maknanya
dapat dipahami oleh komunikan dan ragamnya sudah sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat bahasa itu
digunakan. Yaitu sesuai dengan :
a. Tempat c. pelaku
b. Waktu d. tujuan
2. Bahasa yang benar adalah bahasa dengan ragam formal yang mengikuti kaidah baku (sesuai dengan
kaidah ketata bahasaan). Yaitu sesuai dengan :
a. Ejaan e. semantik
b. Fonologi (bunyi) f. paragraf
c
. Morfologi (tata kata) g. wacana
d. Sintaksis. (tata kalimat) h. kelogisan
3. Jadi, bahasa yang baik dan benar adalah bhs yg
maknanya dapat dipahami sesuai dengan situasi pemakaiannya serta tidak
menyimpang dari kaidah yang dibakukan.
EJAAN BAHASA INDONESIA
1. Ejaan (EYD) adalah kaidah
bahasa yang mengatur penulisan huruf, penulisan kata, dan penggunaan tanda
baca.
2. Misalnya, penempatan tanda baca
pada kalimat berikut akan mempengaruhi informasi yang disampaikan. Menurut kabar burung Pak Amat mati
PENULISAN
HURUF
Huruf
Miring
1. Untuk menuliskan judul buku,
nama majalah, dan nama surat kabar yang
dikutip di dalamteks;
2. Untuk menuliskan huruf, kata,
atau istilah yang dikhususkan/ditegaskan;
3. Untuk menuliskan kata atau
istilah asing, termasuk istilah ilmiah, dan kata atau istilah dari bahasa
daerah.
Huruf Kapital
Huruf kapital seluruhnya
digunakan untuk menuliskan
1.
judul utama,
2. judul bab,
3. judul kata pengantar, daftar
isi, dan daftar pustaka.
Huruf Kapital Awal Kata
Huruf kapital pada setiap awal
kata digunakan untuk menuliskan
1. judul-judul sub bab,
2. nama Tuhan, nabi, agama, dan kitab suci,
3. nama diri,
4. nama tahun, bulan, dan hari,
5.
nama gelar, jabatan, dan pangkat,
6. nama-nama geografi dan sapaan.
PENULISAN
KATA
1.
Penulisan Gabungan Kata
a.
Gabungan kata ditulis serangkai
jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus atau salah satu unsurnya berupa
unsur terikat. (dipertanggungjawabkan)
b. Gabungan kata ditulis terpisah
jika tidak berimbuhan atau hanya
mendapat imbuhan awalan/akhiran.(tanggung jawab)
2. Penulisan Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis ulang
dengan menggunakan tanda hubung
PENULISAN
UNSUR SERAPAN
Penerjemahan
shophouse ---à ruko
(rumah toko)
industrial estate ---à kawasan
industri
balanced budget ---à anggaran
berimbang
Penyesuaian
ejaan
energy ---à energi
standardization ---à standardisasi
Penerjemahan
dan Penyerapan
subdivision ---à subbagian
inflation rate ---à laju
inflasi
Penulisan
Singkatan
Singkatan ialah kependekan yang berupa huruf
atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf maupun dilafalkan sesuai
dengan bentuk lengkapnya. Misalnya:
a. LHP [el-ha-pe]
b. sdr. [saudara]
c. PT
[pe-te], dst. [dan seterusnya]
d. BPK [be-pe-ka], dsb.[dan
sebagainya]
e. a.n. [atas nama],
bukan a/n
f
. u.p. [untuk perhatian],
bukan u/p
g. d.a. [dengan
alamat], bukan d/a
h. s.d. [sampai
dengan], bukan s/d
Penulisan Akronim
Akronim ialah kependekan
yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau huruf awal dan suku kata yang
ditulis dan dilafalkan seperti kata biasa.Misalnya:
1. raker 7. Bappenas
2. SIM 8. Bareskrim
3. Rapim 9. Depdiknas
4. FISIP 10. Lakalantas
5. Taplus 11. Kadim
6. IKIP 12. Tipiring
Pengertian Kalimat
1. Penanda
Kalimat (dalam ragam tulis) diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Informasi Kalimat merupakan rangkaian kata yang mengandung informasi relatif lengkap. Contoh Kasus:
Kalimat (dalam ragam tulis) diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Informasi Kalimat merupakan rangkaian kata yang mengandung informasi relatif lengkap. Contoh Kasus:
Surat tugas itu sudah
ditandatangani.
Surat tugas yang sudah
ditandatangani itu.
Catatan:Rangkaian kata (1) sudah merupakan kalimat
karena informasinya sudah lengkap, sedangkan (2) belum menjadi kalimat karena
informasinya belum lengkap.
Struktur kalimat sekurang-kurangnya mengandung dua
unsur, yaitu subjek dan predikat.Namun, jika predikatnya berupa kata kerja
transitif, sebuah kalimat--selain memerlukan unsur subjek dan predikat--juga
memerlukan unsur lain, yaitu objek.Misalnya:PT Sekar Ayu memproduksi jamu
Cap Kelinci.
Contoh
Kasus:
a. Dalam bab ini akan membahas
metode pengumpulan data.
b. Pembangunan itu untuk
menyejahterakan masyarakat.
Kalimat (1) tidak lengkap karena tidak ada
subjeknya, sedangkan (2) tidak ada predikatnya. Perhatikan perbaikannya di
bawah ini.
PUNGTUASI
(TANDA BACA)
Pentingnya
Pungtuasi
Untuk memperoleh tekanan yang diinginkan sebagai
terdapat dalam bahasa lisan. Bahasa tulis terdapat unsur segmental dan
suprasegmental.
-segmental: dinyatakan secara tertulis dengan
abjad,suku kata, penulisan kata, dan sebagainya
- Suprasegmental: dinyatakan secara tertulis melalui
tanda baca-tanda baca atau pungtuasi
Contoh: Coba katakan, Saudara, siapa namamu?
Macam-macam
Pungtuasi
A. Titik (.)
1. Menyatakan
akhir dari sebuah kalimat
Contoh: * Bapak
sudah pergi ke kantor.
* Tidak ada yang perlu ditakuti.
Karena kalimat tanya dan kalimat perintah atau seru
mengandung pula pengertian perhentian kalimat, maka tanda-tanya dan tanda-seru
yang digunakan dalam kalimat-kalimat tersebut selalu mengandung sebuah tanda
titik.
- Kamu sudah mendengar berita itu?
- Apa yang diinginkannya?
- Pergilah dari sini!
- Aduh, sialnya nasibku!
2. Tanda titik dipakai pd akhir
singkatan gelar, jabatan, pangkat dan singkatan kata.contoh: Dr. (Doctor),
dr. (dokter), Ir. (Insinyur), Kol. (Kolonel), M.Sc. (Master of Science), Prof.
(Profesor), S.H. (Sarjana Hukum), Drs. (Doktorandus), M.A. (Master of Arts),
a.n. (atas nama), d.a. (dengan alamat), u.b. (untuk beliau), dkk. (dan
kawan-kawan), dll. (dan lain-lain), dst. (dan seterusnya), dsb. (dan
sebagainya), tsb. (tersebut), Yth. (yang terhormat). Semua singkatan yg
menggunakan inisial tidak menggunakan titik: MPR, DPR, ABRI, Hankam, dsb.
3. Untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan
seterusnya, yang menunjukkan jumlah juga dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit dan detik.Contoh: 1.000, 123.000, tapi bila tidak menunjukkan jumlah maka
tanda titik tersebut tidak dipergunakan, contoh: Ia lahir pada tahun 1876.
B. Koma (,)
Koma
atau perhentian antara kalimat yg menunjukkan suara menarik di tengah-tengah
tutur, dalam hal-hal berikut dapat dipergunakan tanda koma, yakni:
1. Untuk
memisahkan bagian-bagian kalimat, antara kalimat yg menyatakan pertentangan,
contoh: Ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai;
Mereka bukan mengerjakan apa yang diperintahkan, melainkan duduk
bermalas-malasan saja.
2. Untuk
memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, atau sebaliknya, contoh: Bila
hujan berhenti, ia akan mulai menanami sawahnya.
3. Untuk
menceraikan beberapa kata yang disebut berturut-turut, contoh: Ia membeli
seekor ayam, dua ekor kambing, dan tiga ekor bebek.
4. Untuk
dipakai dibelakang kata atau ungkapan transisi yang terdapat diawal kalimat,
misalnya: jadi, oleh karena itu, lagi pula, akan tetapi, meskipun begitu, di
samping itu.
5. Untuk
menghindari salah baca atau keragu-raguan:
- Meragukan : di luar
rumah kelihatan suram.
- Jelas :
di luar, rumah kelihatan suram.
- Jelas :
di luar rumah, kelihatan suram.
7. Untuk menandakan seseorang yang
diajak bicara, contoh: saya mendoakan, Yanto, agar engkau selalu berhasil
dalam usahamu.
8. Untuk memisahkan dari kata yang
diterangkannya
- PakHafiz, Ketua STIKIM, dengan
sekuat tenaga berusaha untuk menyelamatkan mahasiswanya,
- Orang tuanya, Pak Kardi, telah
meninggal tadi malam
9. Untuk memisahkan kata-kata afektif seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan, dan sebagainya.
10. Untuk
memisahkan sebuah ucapan langsung dari bagian kalimat lainnya. contoh: Kata ayah, “Saya akan mengurus sendiri
persoalan itu.”
C. Titik-koma (;)
1.
utk memisahkan dua bagian kal. yg sederajat, di mana
tidak dipergunakan kata-kata sambung,co: Ia seorang sarjana yg cemerlang;
seorang atlit yang mengandung harapan; seorang aktor yang sangat baik.
2.
Memisahkan ayat-ayat atau
perincian-perincian yg bergantung pada suatu pasal atau pada suatu induk
kalimat, co: Menurut penyelidikan Lembaga tsb., kekurangan yang menyolok di
kalangan para mahasiswa, khususnya para mahasiswa baru, antara lain:
–
tidak cukup menguasai bahasa
Inggris;
–
tidak mampu membaca tabel dan
grafik;
–
cara belajar mereka kurang
efisien.
D. Titik dua
(:)
1.
Sebagai penghantar sebuah kutipan, Contoh: Dalam
sebuah karangannya yang berjudul “Pengajaran Bahasa Indonesia” Poedjawijatna
mengatakan: “…..”
2.
Titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan yang
lengkap, tetapi diikuti suatu rangkaian.Contoh: - Di warung itu dapat dibeli
barang-barang berikut: sayur-sayuran, gula, tembakau, buah-buahan, barang
pecah-belah, dsb.Manusia terdiri dari dua bagian: jiwa dan badan.
3.
Sesudah frasa atau kata
Nama :
NPM :
Dalam teks drama atau dialog
E. Tanda kutip
(“…”) atau (‘…’)
1. Untuk mengutip kata-kata seseorang, Contoh Dalam bukunya
tentang Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Prof.M. Nasroen, S.H, mengatakan: “….”.
Catatan; bila hanya ada satu kata yang dikutip, maka tidak perla menggunakan titik
dua: Ia berteriak “tembak!” kepada anak buahnya
2. Untuk menulis judul karangan (artikel), syair. Co: Ia menulis sebuah artikel dalam majalah
bulanan itu dengan judul “Pemudah dan dekadensi moral”
3.
Tanda kutip dipakai utk
menyatakan sebuah kata asing atau sebuah kata yg diistimewakan atau mempunyai
arti khusus
-
Ia menyatakan bahwa semuanya
sudah “oke”
-
Semboyan “buku, pesta dan
cinta” sudah lama ditinggalkan baik di dalam tindak tanduk maupun slogan
4. Tanda kutip tunggal (‘….’) dipakai untuk mengapit terjemahan atau penjelasan sebuah kata atau ungkapan
asing.
5. Untuk penulisan dialog-dialog, tiap pembicaraan baru
betapa pun pendeknya selalu dimulai dengan alinea baru, co:
- “ Nanti dulu,” kata Maya, “Apa?”
6. Tanda kutip dalam tanda kutip
-
Contoh: Yanto berkata:
“Tiba-tiba saya mendengar suatu suara berseru ‘Siapa itu?’ ”
F. Tanda tanya
( ? )
1.
Dalam suatu pertanyaan
langsung, co: Bukankah kamu yang diserahi pekerjaan itu?
2.
Tanda Tanya dipergunakan untuk
menyatakan keragu-raguan atau ketaktentuan. Untuk maksud tsb tanda Tanya harus
ditempatkan dalam tanda kurung (?), misalnya: Pengarang itu lahir tahun 1886
(?) dan meninggal tahun 1968.
G. Tanda seru (!)
1.
Untuk menyatakan suatu pernyataan yg penuh emosi
juga kalimat yg mengandung penekanan, co: Mustahil! Hal semacam itu tidak
boleh terjadi!, Perhatian! Perhatian!
2.
Tanda seru selalu dipergunakan untuk menyatakan
suatu perintah, co: Pergilah segera ke rumahnya! Bawalah dia ke mari!
H. Tanda hubung (-)
1.
Tanda hubung dipakai untuk menyambung bagian-bagian
dari kata ulang. Co: rumah-rumah, bermain-main, berdekat-dekatan, dsb.
2.
Tanda hubung dipakai untuk
memperjelas hubungan antara bagian kata atau ungkapan. Co: be-ruang,
ber-uang; Istri-kolonel yang cerewet (sang
istri yang cerewet); Istri kolonel-yang cerewet (kolonel yang cerewet)
I.
Garis
miring (/)
Pengganti
kata atau, per, atau memisah-misahkan nomor alamat yang mempunyai fungsi
yang berbeda. Co:
- begitu
pula pembentukan kata/istilah-istilah berdasarkan terjemahan bahasa Indonesia
Akan
diadakan pungutan wajib Rp. 1.000/jiwa
-
Penomoran kode surat: No. ST.K/213/IV/2006
J. Huruf kapital
1.
Digunakan pada awal kata sebuah kalimat, co: Ia
meninggalkan rumah tanpa pamit
2.
Digunakan untuk nama diri, nama tempat, bangsa,
Negara, organisasi, bahasa, nama bulan dan hari, Tuhan , dan sifat-sifat Tuhan
yang mempergunakan kata Maha, co: Adi, Bogor, Indonesia, Januari, Tuhan, Allah,
Tuhan Yang Maha Pengasih.
3.
Digunakan untuk judul-judul buku, nama harian,
majalah, artikel, sajak. Co: Bahasa dan Kesusastraan
Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru, Majalah Ilmu Sastra Indonesia
K. Tanda Elipsis (Titik-titik)
1.
Untuk menyatakan ujaran yang terputus-putus, atau
menyatakan ujaran yang terputus dengan tiba-tiba, Co: Ia seharusnya … seharusnya … sudah berada di sini.
2.
Tanda elipsis dipergunakan juga
untuk meminta kepada pembaca mengisi sendiri kelanjutan dari sebuah kalimat,
Co: Gajinya kecil. Tetapi ia memiliki sebuah mobil luks, rumah yang mewah,
malah sebuah bungalow di Puncak. Entahlah dari mana ia dapat mengumpulkan semua
kekayaan itu ….!
L. Tanda Kurung
1.
Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan, Co: Peranan
IRRI (International Rice Research Institute) adalah untuk menciptakan berbagai
varietas yang telah ditingkatkan.
2.
Mengapit angka atau huruf yang memperinci satu seri
keterangan,Co: Agar seminar mengambil keputusan dengan pokok-pokok berikut :;
Siapa yang melaksanakan?
–
organisasi; Lembaga khusus
–
personalia; staf ahli
–
perguruan tinggi (komplemen)
M. Tanda Kurung Siku [ ]
Dipakai untuk menerangkan sesuatu di luar jalannya
teks, atau sisipan keterangan (interpolasi) yang tidak ada hubungan dengan
teks. Contoh : Sementara itu lingkungan pemuda dari kampus ini berhubung
[maksudnya : berhubungan] dengan kenyataan-kenyataan di luar kampusnya.
TUGAS
1.
Tempatkanlah tanda baca pada
kalimat-kalimat dibawah ini
a.
Terima kasih katanya sambil
menerima bungkusan itu dari tangannya
b.
Benarkah kamu menerima
bungkusan itu tanyanya dengan nada agak keras
c.
Karena macetnya lalu
lintas antara jam 730 pagi sampai jam
1030 pagi maka tidak mungkin mobil itu dilarikan lebih cepat dari 20 km jam
2.
Dalam kalimat-kalimat dibawah
ini terdapat kesalahan dalam menempatkan tanda baca. Tunjuklah mana yang salah
serta usahakanlah memperbaikinya!
a.
Terang pula bahwa, sikap
keahlian sang guru sangat menentukan
b.
Contoh yang mudah ialah
perbandingan antara sebuah buku riwayat; atau sejarah dengan sebuah roman sejarah
c.
Juga di sini tidak akan
dikemukakan, definisi apakah roman, novel, dan cerita pendek itu.
KOHERENSI/
Masalah Kebahasaan
1.
Repetisi
2.
Kata Ganti
3.
Kata Transisi
Repetisi
Kepaduan sebuah alinea dapat
terjadi salah satunya dengan mengulang kata-kata kunci, yaitu kata yang
dianggap penting. Kata kunci mula-mula muncul dalam kalimat pertama lalu
diulang dalam kalimat-kalimat berikutnya. Co: “ Bahasa merupakan alat yang baik
dalam pergaulan antar manusia. Pergaulan antar manusiaialah pertemuan
total antara manusia satu dengan manusia lainnya. Manusia dalam
keseluruhannya, jasmani dan rohani bertemu dan bergaul satu sama
lain. Tanpa bahasa pertemuan dan pergaulan kita dengan orang lain
amat tidak sempurna”
Kata kunci:
1.
Pergaulan antara manusia.
2.
manusia à fungsi bahasa sebagai alat pergaulan.
3.
bertemu dan bergaul
Kata
ganti
Sebuah kata yg mengacu kepada manusia, benda atau hal tidak akan
dipergunakan berulang kali dalam sebuah konteks yang sama. Pengulangan kata yg
sama tanpa suatu tujuan yg jelas menimbulkan rasa kurang enak, pengulangan
hanya digunakan untuk mendapat penekanan. Co 1: Fajrin dan Rangga
merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari Fajrin dan Rangga selalu kelihatan bersama-sama. Fajrinlah yang
selalu menjemput Rangga ke kampus, karena rumah Fajrin lebih jauh
letaknya dari rumah Rangga. Fajrin dan Rangga selalu siap sedia menolong
kawan-kawan Fajrin dan Rangga bila kawan-kawan Fajrin dan Rangga mengalami
kesulitan.
Kata
Transisi
Kata transisi fungsinya terletak antara kata ganti dan repetisi.
Seringkali terjadi bahwa hubungan antara gagasan-gagasan agak sulit dirumuskan.
Sebab itu diperlukan bantuan, yaitu kata-kata transisi sebagai penghubung
antara satu kalimat dengan kalimat lainnya. Bila hal ini dihubungkan dengan
proses berpikir pada anak-anak bersifat analitis sedangkan pada orang
dewasa lebih bersifat sintetis. Oleh sebab itu tulisan yang baik
sejauh mungkin dihindari pemakaian kata transisi, tetapi bila benar-benar
diperlukan untuk penekanan maka kata transisi itu harus dipakai. Co 1: “Jam lima pagi saya sudah bangun, Sesudah
itu saya ke kamar mandi, lalu saya mandi. Sesudah itu saya
berpakaian. Sesudah berpakaian lalu saya makan pagi. Kemudian
saya menyiapkan buku-buku ke sekolah saya. Sesudah itu saya pamit ayah
dan ibu, lalu saya berangkat ke sekolah.”. Co 2: : “Hari masih jam lima
pagi. Udara masih terasa segar dan nyaman, keadaan sekitarpun masih sunyi
senyap. Tanpa menghiraukan kesunyian pagi itu saya langsung menuju kamar mandi,
setelah bersenam sebentar untuk melenturkan otot-otot yang telah beristirahat semalam. Siraman
air yang sejuk dan dingin mengagetkan saya, tetapi hanya sekejap.
Mandi pagi memang menyegarkan; badan menjadi
segar, pikiran menjadi cerah. Semua kekusutan pada hari yang lampau hilang
lenyap. Hari yang baru disongsong dengan hati yang lebih tabah. Itulah sebabnya
saya selalu membiasakan diri mandi pagi.”
Macam-macam
Kata/Frasa Transisi:
1.
Hubungan yang menyatakan tambahan kepada sesuatu
yang telah disebut sebelumnya:lebih lagi, tambahan (pula), selanjutnya,
disamping itu, dan , lalu, seperti halnya, juga, lagi (pula), berikutnya, kedua, ketiga,
akhirnya, tambahan lagi, demikian juga.
2.
Hubungan yang menyatakan pertentangan
dengan sesuatu yang telah disebut
lebih dahulu:tetapi, namun, bagaimanapun juga, walaupun demikian,
sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun, meskipun.
3.
Hubungan yang menyatakan perbandingan: sama
halnya, seperti, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana.
4.
Hubungan yang menyatakan akibat atau hasil:
sebab itu, oleh sebab itu, oleh karena itu, karena itu, jadi, maka,
akibatnya.
5.
Hubungan yang menyatakan tujuan: untuk maksud
itu, untuk maksud tersebut, supaya.
6.
Hubungan yang menyatakan singkatan, contoh,
intensifikasi: singkatnya, ringkasnya, secara singkatnya, pendeknya, pada
umumnya, seperti sudah dikatakan, dengan kata lain, misalnya, yakni, yaitu,
sesungguhnya.
7.
Hubungan yang menyatakan waktu:
sementara itu, segera, beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian
8.
Hubungan yang menyatakan tempat:
di sini, di situ, dekat di seberang, berdekatan dengan, berdampingan dengan
PARAGRAF/ALINEA
Definisi :
1.
Baris baru / ganti garis (Purwadarminta)
2.
Paragraph means something written beside ( Weaver)
3.
Membagi dalam fasal demi fasal (Wojowasito)
4.
Seperangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang
merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang Relevan dan mendukung pikiran
pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan
Ciri paragraf
1.
Setiap paragraf mengandung makna, pesan, pikiran,
atau ide pokok.
2.
Dibangun oleh sejumlah kalimat.
3.
Satu kesatuan ekspresi pikiran
4.
Kesatuan yang koheren dan padat
5.
Kalimat paragraf tersusun secara logis-sistematis.
Fungsi
paragraf
1.
”Wadah” untuk menampung sebagian kecil ide pokok
keseluruhan karangan
2.
Memudahkan pemahaman jalan pikiran pengarang
3.
Memungkinkan pengarang menguraikan ide secara
sistematis
4.
Mengarahkan pembaca dalam mengikuti alur pikiran
pengarang
5.
Penanda pikiran baru mulai berlangsung
6.
Sebagai pengantar, transisi, dan konklusi dalam
keseluruhan karangan
Unsur
paragraf
1.
Transisi : kata atau kalimat
2.
Kalimat topik (topic sentence)
3.
Kalimat pengembang (development sentences)
4.
Kalimat penegas (punch line)
Transisi
?
1. Mata
rantai penghubung antar paragraf.
2. Tidak
selalu harus ada dalam setiap paragraf, berdasarkan pertimbangan pengarang.
3. Berupa
kata dan kelompok kata/kalimat
Contoh :
Ringkasnya, faktor yang menentukan kualitas suatu
lembaga ada tiga hal, yakni (1) SDM, (2) sarana dan (3) manajemen. SDM (Sumber
Daya Manusia) sebagai faktor pelaksana sangat menentukan dalam operasional
lembaga tersebut. SDM akan dapat bekerja dengan baik dan optimal bila didukung
oleh sarana yang memadai. Penggunaan sarana oleh manusia dapat dilakukan dengan
baik bila diatur oleh suatu manajemen yang baik pula.
Contoh :
Sebaliknya, di rumah, Pak Ali sering
marah-marah.Sarapan pagi terlambat dihidangkan apalagi dalam keadaan dingin ia
langsung memukul-mukul meja makan sambil memaki-maki pelayan dapur. Kamar tidur
tidak bersih giliran pelayan kamar kena omelan. Bila letak buku atau
surat-surat berubah dari semula maka ia langsung menegur istri atau anaknya.
Kalau pekarangan dan mobil tidak bersih alamat pelayan taman kena ”semprot”.
Boleh dikata Pak Ali melampiaskan marahnya setiap ada yangtidak beres di rumah.
Contoh :
Sejak ayahnya meninggal, tanggung jawab Amin semakin
berat. Biaya hidup keluarga dibebankan kepundaknya. Pelunasan utang-piutang
keluarga selama ini harus diselesaikannyan sendiri. Kelanjutan sekolah
adikadiknya harus ia pertahankan. Pengelolaan Perusahaan Bata peninggalan
ayahnya harus pula ia laksanankan. Benar-benar Amin menjadi tumpuan harapan
keluarganya.
Topik
?
1.
Kalimat topik/ major point/ main idea/ central idea/
topic sentence/ pikiran utama/ ide pokok/ kalimat pokok
2.
Perwujudan pernyataan ide pokok paragraf berbentuk
umum /abstrak.
Contoh
:
Tarif
perawatan di RSU sangat mahal. Xxxxxxxx zzzzzz vvvvvvv yyyyy ………
3. Letaknya
: - awal paragraf, - tengah
paragraf, - akhir paragraf
Kalimat
Pengembang ?
1.
Perluasan pemaparan ide pokok
2.
Bagian terbanyak dalam paragraf
3.
Pola kalimat pengembang mempengaruhi pola pengembangan paragraf
Kalimat
penegas ?
1.
Elemen paragraf terakhir
Berfungsi :
a.
Pengulang/ penegas kalimat topik
b.
Selingan/ daya tarik pembaca
c.
Tidak mutlak ada, berdasarkan pertimbangan pengarang
paragraf
Jenis paragraf berdasarkan letak pokok pikiran
1.
Deduksi : topik di awal paragraf
2.
Induksi : topik di akhir paragraf
3.
Campuran : topik di tengah
Contoh paragraf deduksi
Tarif opname di beberapa rumahsakit mengalami
kenaikan. Pihak rumahsakit menaikan tarif dengan alasan semakin tingginya biaya
operasional rumahsakit. Bila tarif opname tidak dinaikan maka rumahsakit akan
kesulitan untuk menutupi biaya operasional. Tarif ruangan kelas satu yang
sebelumnya sebesar Rp. 250.000,00 permalam kini menjadi Rp. 350.000,00
permalam. Biaya perawatan yang sebelumnya dihitung sama untuk semua kelas, kini
setiap kelas mempunyai tarif biaya yang berbeda-beda. Biaya cuci darah sebelum
kenaikan sebesar Rp. 500.000,00 sekali cuci, kini naik menjadi Rp. 750.000,00.
Kenaikan tarif ini belum lagi dihitung dengan harga obatobatan yang juga
mengalami kenaikan. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat yang mengeluh.
Contoh paragraf deduktif
Hubungan administrasi dengan organisasi merupakan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai penyelenggaraan kerja yang baik
dan menguntungkan. Organisasai tersebut harus melakukan kegiatan-kegiatan,
kegiatan-kegiatan itu untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena apabila
suatu organisasi bila ingin berkembang dan maju harus ditunjang dengan
administrasi maupun organisasi satu sama lainnya harus saling menunjang tanpa
mengabaikan semua unsur-unsurnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
organisasi adalah wadah sedangkan admindistrasi sebagai penyelenggaranya.
Paragraf induksi
Ruang opname kelas satu biasanya dipenuhi pasien.
Bahkan rumahsakit harus menambah tempat tidur pasien guna menampung jumlah
pasien yang jumlahnya sangat banyak. Keluarga pasien lebih memilih dirawat di
kelas satu. Hal ini dengan anggapan bahwa pelayanan di kelas satu lebih baik,
sehingga mereka bisa cepat sembuh. Mereka tidak memikirkan jumlah biaya yang
harus dikeluarkan. Berapapun biaya yang harus dikeluarkan mereka siap
menanggungnya, asalkan keluarga yang sakit dapat segera sembuh. Tetapi keadaan
itu sekarang berubah secara drastis. Pasien lebih memilih diopname di kelas dua
atau bahkan kalau ada cukup di ruang kelas tiga. Hal ini berkaitan dengan
diberlakukannya tarif baru untuk opname dan tindakan medis lainnya. Banyak
masyarakat yang memilih opname di ruang kelas dua atau kelas tiga dengan
pertimbangan besarnya biaya opname di kelas
Paragraf campuran
Beban hidup yang semakin berat membuat orang mencari
cara penyembuhan yang murah tetapi efektif. Pamor dan ketenaran dukun yang
menonjol mempengaruhi pola berpikir masyarakat dalam memahami cara pengobatan.
Hal ini karena sekarang dukun secara terang-terangan berani memasang iklan di
koran atau majalah tentang jasa pengobatan yang dapat dilakukannya. Informasi
tentang keampuhan dukun dengan cepat menyebar di tengah masyarakat. Wajar bila
banyak masyarakat yang berobat ke dukun. Keadaan ini ditunjang semakin mahalnya
biaya pengobatan secara medis. Selain itu tempat tinggal masyarakat yang cukup
jauh dari tempat pengobatan medis dan relatif dekat dengan sang dukun semakin
memudahkan masyarakat untuk berobat kepada dukun. Tambahan lagi ada beberapa
jenis penyakit yang dapat disembuhkan oleh dukun. Meskipun kesembuhan ini
apakah memang karena keahlian dukun atau memang kebetulan dapat sembuh.
Pola pengembangan paragraf
1.
Paragraf deduksi 4. Paragraf perbandingan
2.
Paragraf induksi 5. Paragraf pertanyaan
3.
Paragraf campuran
Paragraf perbandingan : topik berupa perbandingan
dua hal
Anatomi tubuh manusia mempunyai kemiripan dengan
anatomi tumbuhan. Bila manusia memiliki organ yang berfungsi menyerap zat-zat
makanan, maka tumbuhan mempunyai akar dengan fungsi yang sama. Manusia memiliki
tubuh yang berfungsi menyangga struktur secara keseluruhan, maka tumbuhan
memiliki batang yang fungsinya sama. Bila manusia memerlukan air dan oksigen,
maka tumbuhan juga memerlukan air dan oksigen untuk hidupnya. Manusia bila
sudah sampai waktunya dapat berkembang biak, maka tumbuhan juga dapat melakukan
hal yang sama. Hanya cara berkembang biaknya yang tidak sama. Manusia mempunyai
kemungkinan untuk diserang penyakit, maka tumbuhan juga mempunyai kemungkinan
yang sama.
Paragraf pertanyaan : topik dijelaskan dengan
kalimat tanya dan kalimat berita.
Kepala kantor kami, Pak Akhmadi, gelisah. Mengapa
beliau gelisah? Tidak puas dengan kedudukannya sekarang? Bukan, bukan itu
sebabnya. Ia sangat puas bahkan ingin memper-tahankan kedudukannya sekarang. Ia
resah karena pimpinan pusat telah mencium ketidak-beresan pertanggungjawaban
keuangan dikantor-nya. Banyak pengeluaran yang menyalahi ang-garan. Tidak
sedikit kuitansi pembelian barang yang meragukan. Pembangunan kantor baru yang
dipercayakan pimpinan pusat padanya tidak selesai menurut jadwal yang telah
ditetapkan. Dana sudah hampir habis, gaji mingguan para pekerja bangunan sudah
empat minggu belum dibayar.
MAHASISWA
àà Menulis !!!
ü Kemampuan
menulis mutlak didasarkan atas kemampuan memahami bacaan, krn berbahasa
hakekatnya adalah meniru. Bahan bacaan adalah bahan untuk ditiru.
ü Orang
yg pandai membaca lebih mampu memahami konsep ejaan, morfologis, diksi, kalimat
dan karangan.
ü Membaca
hrs menjadi kegiatan utama mahasiswa.
ü Menulis
berarti menuangkan pikiran/ide/gagasan/fakta dalam bentuk tulis
Keuntungan
Menulis :
1.
Lebih mengenali kemampuan dan potensi diri
2.
Dapat mengembangakan berbagai gagasan
3.
Dapat menyerap, mencari, serta menguasai …..
Permasalahan
4.
Dapat mengorganisasikan pikiran secara sistematis
serta mengungkapkan secara tersurat
5.
Dapat menilai pikiran kita sendiri secara lebih
obyektif
6.
Lebih mudah memecahkan permasalahan
7.
Mendorong kita belajar secara aktif
8.
Membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara
tertib
Tulisan
di perguruan tinggi
1.
Bermakna jelas/lugas 3. Singkat & padat
2.
Merupakan kesatuan yang bulat 4. Memenuhi
kaidah kebahasaan &
teknik penulisan
Menulis
berhubungan dengan proses berpikir yang menyangkut memilih topik, membatasi
topik, mengembangkan pikiran, menyajikan dalam kalimat dan paragraf yang
disusun secara logis dan sistematis.
Laporan
Akademis
laporan berbentuk tulis, merupakan jenis dokumen
mengenai suatu masalah yang diteliti dalam bentuk fakta-fakta yang diarahkan
kepada tindakan yang diambil
Laporan
disusun secara :
1.
LOGISà segala keterangan yang
disajikan dapat diusut alasan-alasannya atau dasar-dasarnya yang masuk akal.
2.
SISTEMATISà
keterangan yang dikemukakan disusun dalam urutan yang memperhatikan pertalian
yang saling menunjang
3.
LUGASà Bhs
yang digunakan langsung menunjukkan pokokpersoalan, tdk berbunga-bunga atau
bertele-tele.
Jenis
Laporan Akademis:
1.
Makalah/ Kertas Kerja/ Paper 5. Buku
teks
2.
Laporan Tugas Akhir/ Skripsi/ Tesis/ Disertasi 6. Buku
pedoman
3.
Artikel Ilmiah 7. Dsb.
4.
Artikel Ilmiah populer
PENALARAN
DLM BAHASA
1.
Berbahasa identik dgn berpikir. Jadi, sebelum
berbahasa, kita hrs berpikir
2.
Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis
untuk memperoleh kesimpulan/pengetahuan yang dapat bersifat ilmiah dan tidak
ilmiah
3.
Bernalar berarti berpikir benar, lepas
dari berbagai prasangka, emosi dan keyakinan seseorang, krn penalaran
mendidik manusia bersikap obyektif, tegas, dan berani.
Penalaran
1.
Penalaranà suatu proses berpikir
yang logis dengan berusaha menghubung-hubungkan fakta untuk memperoleh
suatu kesimpulan.
2.
Faktaà kenyataan yang dapat
diukur dan dikenali.
3.
Dengan mengamati fakta, kita dpt menghitung,
mengukur, manaksir, memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan dan
menghunbung-hubungkan. à Dasar
berpikir adalah klasifikasi
Klasifikasi
1.
Klasifikasià pengelompokan benda/fakta
yang sama dan memisahkan dari yang berbeda menurut spesiesnya.
2.
Guna
Klasifikasià untuk
memahami fakta yang diperlukan sebagai dasar penalaran
3.
Proses
Klasifikasià
memasukkan atau menempatkan benda-benda/fakta-fakta kedalam suatu hubungan
logis berdasarkan suatu sistem
Persyaratan
Klasifikasi
1.
Prinsipà dasar
untuk membuat klasfikasi, berupa ciri yg menonjol yg dpt mencakup semua
fakta/benda/gejala yag diklasifikasikan
2.
Logis
& Konsistenà prinsip-prinsip harus diterapkan secara menyeluruh
kepada kelas bawahannya
3.
Lengkap
& Menyeluruhà pengelompokan yg digunakan hrs dikenakan kpd semua
anggota kelompok, tanpa kecuali
SISTEMATIKA KARYA
ILMIAH
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
II. ISI
Pembahasan
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
PENYUNTINGAN
TUGAS: Buatlah Karya Ilmiah/ makalah
1.
Judul sesuai dengan Progdi/Fakultas Anda.
2.
Diketik dengan huruf Time New Roman, font 12, spasi 1,5.
3.
Daftar Pustaka minimal 5 buku.
4.
Terdiri dari: bab I
(pendahuluan: latar belakang masalah, rumusan masalah dantujuan), bab II (pembahasan), bab III penutup (kesimpulan dan saran), Daftar Pustaka
5.
Jumlah halaman
5 – 10 lembar
Bahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi
A.
lhwal Karangan llmiah
Menulis
bagi banyak orang memang sangat tidak mudah. Bagi sementara orang yang lain
lagi justru terjadi sebaliknya, menulis adalah sesuatu yang mudah dan sangat
menyenangkan. Berkaitan dengan hal ini, sesungguhnya ihwal kebiasaan membaca
memiliki peran dan pengaruh yang sangat
besar dalam menjadikan orang merasakan mudah ataukah merasakan sulit di dalam
aktivitas menulis itu. Selain dipengaruhi oleh banyak sedikitnya sumber bacaan
yang dicerna oleh seseorang, menulis, terutama yang bersifat ilmiah, sangat
dikendali oleh aturan aturan penulisan yang sifatnya cenderung konvensional dan
berlaku universal.
Dikatakan
berlaku konvensional karena di
dalamnya terdapat aturan-aturan penulisan yang mau tidak mau harus diikuti oleh
seseorang.
Di
sisi yang berbeda, menulis ilmiah juga dapat dikatakan berdimensi universal. Dengan dimensi keuniversalan
itu maksudnya,karya ilmiah itu baik format maupun esensinya diterima dan
dipahami secara sama oleh masyarakat ilmiah yang berada di seluruh dunia.
B.
Lebih mengenali Karangan llmiah
Pertama-tama
harus dipahami terlebih dahulu bahwa karangan ilmiah lazimnya dipahami sebagai
tulisan yang memiliki corak atau genre keilmuan. Jadi, dikatakan sebagai hal
yang ilmiah karena sesungguhnya dimensi-dimensi keilmuan itu menjadi kandungan
pokoknya dalam tulisan itu. Nah, secara khusus dapat dijelaskan lebih lanjut
bahwa yang dimaksud dengan ilmiah itu berkaitan sangat erat dengan
dimensidimensi yang berikut ini.
1.
Fakta/Data sebagai Dasar
Sebuah
tulisan akan dapat dianggap sebagai hal yang sifatnya ilmiah karena dasar
pokoknya adalah data atau fakta. Data yang berkualifikasi sempurna itu lazimnya
juga didapatkan dengan cara-cara yang baik dan tepat pula. Jadi, data itu tidak
cukup dikumpulkan tetapi juga harus diidentifikasi, harus diolah, harus diseleksi,
dan harus diklasifikasi dengan baik, sehingga kelas-kelas atau tipe-tipe
datanya menjadi jelas.Data di dalam karangan ilmiah itu harus didapatkan dari
sumber data yang jelas, penyampelannya juga harus tepat, objek datanya juga
harus jelas identitas atau kejatiannya.
2.
Pemikiran, Analisis, dan Konklusi
Logis
Sebuah
karangan ilmiah juga harus memenuhi ketiga dimensi kelogisan di dalam tiga hal,
yakni pemikiran atau penalarannya,
analisis atau pembahasannya, dan penarikan simpulan atau penyimpulannya.
Secara umum, dapat pula dikatakan bahwa karangan ilmiah itu harus memenuhi
kriteria berpikir logis.
Urutan-urutan
pemaparan di dalam penulisan karya ilmiah, apakah harus memakai urutan waktu,
urutan alur nalar, urutan kepentingan, urutan spasial, dan seterusnya, semuanya
harus ditentukan dengan jelas dan tegas dalam menulis sebuah karya ilmiah.
Jadi, akar-akar masalah yang lazimnya dirumuskan pada bagian pendahuluan dalam
bentuk rumusan masalah, yang bentuknya tidak harus berupa kalimat tanya, harus
dapat dianalisis dengan sempurna dengan memerantikan alat-alat analisis yang
jelas. Dalam kerangka karangan atau
tulisan ilmiah ini pula, analisis atau pembahasan data yang benar itu harus
didasarkan pada teorisasi yang benar,
selain juga digunakan alat-alat analisis, yang juga harus tepat benar. Agar teori-teori dan kajian-kajian pustaka
dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis data, maka teori dan pustaka
itu tidak dapat hanya semata-mata ditampilkan sebagai deskripsi, tetapi lebih
dari semua itu di dalamnya harus terdapat interpretasi-interpretasi.
3.
Objektif
dan Tidak Berpihak
Salah
satu yang harus diperhatikan dan ternyata sangat penting di dalam sebuah
karangan ilmiah adalah bahwa pembahasan atau analisis yang dilakukan harus
benar-benar obyektif. Dimensi obyektivitas ini sama sekali tidak dapat ditawar
karena sesungguhnya alasan pokok sebuah penelitian yang hasilnya disajikan
dalam bentuk karangan ilmiah atau karya ilmiah itu adalah pencarian kebenaran.
4.
Akurat dan Sistematis
Ciri
lain yang juga harus sangat diperhatikan di dalam penyusunan karya ilmiah
adalah bahwa semua yang disajikan di dalam karya ilmiah itu harus bersifat
sistemik dan sistematik. Adapun yang
dimaksud dengan dimensi sistemik itu adalah
bahwa karya ilmiah harus sepenuhnya mengacu kepada sistem dan/atau tata cara
ilmiah tertentu yang sifatnya konvensional dan sekaligus universal seperti
yang disebutkan di bagian terdahulu.
Selanjutnya dapat dikatakan sistematis apabila pengaturan dan
penataannya runtut sesuai dengan urutan yang berlaku umum atau uniyersal
sebagai karya ilmiah.
5.
Tidak Emosional
Karangan
ilmiah tidak boleh bernuansa emosional. Maka, bahasa yang digunakan juga tidak
boleh penuh dengan nuansa dan perasaan yang penuh dengan keharuan dan sarat
dengan permohonan maaf. Lazimnya pula, bahasa yang emosional itu disajikan
dengan nuansa kata yang berbelit-belit, tidak langsung pada persoalan dan/atau
sasarannya.
C. Asas-asas
Menulis Karangan Ilmiah
1. Kejelasan (clarity)
Karangan
ilmiah harus konkret dan jelas. Kejelasan itu saja berarti mudah dipahami,
mudah dibaca, tetapi juga harus tidak memberi ruang untuk disalahtafsirkan,
tidak boleh bersifat sama-samar, tidak boleh kabur, tidak boleh ada di wilayah
abuabu. (Bahasa Jawa: kedah gamblang wijang-wijang).
Kejelasan di dalam karangan
ilmiah itu ditopang oleh hal-hal berikut:
-
Pemakaian
bentuk kebahasaan yang lebih dikenal daripada bentuk. kebahasaan yang masih
harus dicari-cari dulu maknanya, bahkan oleh penulisnya.
-
Pemakaian
kata-kata yang pendek, ringkas, tajam,lugas, daripada kata-kata yang berbelit, yang
panjang, yang rancu, yung boros (uerbose).
-
Pemakaian
kata-kata dalam bahasa sendiri daripada kata-kata dalam bahasa asing. Kata-kata
asing dapat digunakan hanya kalau memang istilah itu sangat teknis sifatnya
sehingga tidak (belum) ada istilah/kata yang pas dalam bahasa Indonesia.
Jadi, jangan sampai verbalistis!
2.
Ketepatan (accuracy)
Karangan ilmiah menjunjung tinggi
keakuratan. Hasil penelitian ilmiah dan cara penyajian hasil penelitian itu
haruslah tepat/akurat. Supaya karangan ilmiah menjadi sungguh-sungguh akurat,
penulis/peneliti harus sangat cermat, sangat teliti, tidak boleh sembrono, atau
'main-main dengan ilmu'.
3.
Keringkasan (breaity)
Karangan ilmiah haruslah ringkas.
Ringkas tidak sama dengan pendek. Karangan yang tebalnya 500 halaman dapat
dikatakan ringkas sejauh di dalamnya tidak terdapat bentuk-bentuk kebahasaan
yang bertele-tele, kalimat-kalimat yang bertumpukan (running-on sentence), dan
sarat dengan kemubaziran dan kerancuan.
D.
Tema Karangan
Secara
umum, tema karangan dapat dipahami sebagai sebuah ide sentral di dalam karangan
yang akan mampu mengikat keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh
pembuktian di dalam konstruksi karangan ilmiah yang bersangkutan.
E.
Kalimat Tesis
Karangan
ilmiah membutuhkan kalimat tesis. Sesungguhnya, kalimat tesis itu identik
dengan tema karangan. Tema karangan lazimnya tidak dituliskan secara eksplisit
ketika orang sedang menulis atau sedang mengarang, tetapi hanya diyadikan
peranti bayangan jiwa karangan yang akan menuntun penulis atau pengarang itu
untuk menyelesaikan tugasnya.
1. Tema : Meningkatkan penjualan sepatu buatan dalam negeri.
2. Tujuan : untuk menunjukkan bahwa sepatu buatan dalam negeri
dapat diupayakan agar lebih diminati
oleh konsumen.
3. Tesis : Sepatu buatan dalam negeri dapat ditingkatkan
penjualannya dengan menambah daya saing
agar lebih diminati konsumen.
4. Judul : Sepatu Lokal, Kenapa Tidak?
F. Kerangka Karangan
Adapun
fungsi dari kerangka karangan itu adalah sebagai berikut: memperlihatkan pokok
bahasan, sub-bahasan, sub-sub bahasan, dan memberikan kemungkinan perluasan
bahasan sehingga memungkinkan penulis menciptakan suasana kreatif sesuai dengan
variasi yang diinginkan; mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan
dalam topik, judul, kalimat tesis, dan tujuan karangan; mencegah
ketidaklengkapan bahasan; mencegah pengulangan pembahasan; memudahkan
pengendalian variabel; memperlihatkan kekurangan dan kelebihan materi
pembahasan.
Selanjutnya,
bentuk-bentuk kerangka karangan dapat dibedakan sebagai berikut.
Bentuk
kerangka kalimat: mempergunakan kalimat deklaratif yang lengkap untuk
merumuskan setiap topik, sub-topik, maupun sub-sub topik, misalnya:
I. Pendahuluan
1. Latar belakang membahas
.. ……
2. Masalah merumuskan...........
3. Tujuan berisi upaya..............
Bentuk
kerangka topik menggunakan sub-topik, dan sub-sub topik, misalnya:
II. Masalah Remaja
1.
Pergaulan
bebas
2.
Ketergantungan
obat
H. lhwal Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah
Berkaitan
dengan hal-hal ini, mohon agar diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini.:
1.
Diuraikan
penalaran (alasan) yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan diuraikan
jawabannya.
2.
Diuraikan
kegunaan praktis hasil analisis.
3.
Diungkapkan
masalah utama secara jelas, lazimnya dalam bentuk pertanyaan.
Gunakanlah
kata tanya yang menuntut analisis (bagaimana, mengapa). Kata tanya (apa) tidak menuntut analisis.
J. lhwal Tujuan Penulisan
Adapun
berkenaan dengan tujuan penulisan, silakan diperhatikan ketentuan-ketentuan
berikut ini,
1.
Diuraikan
target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan
hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa budaya tradisi dapar dilestarikan
dengan kreativitas baru; menguraikan
pengaruh X terhadap y.
2.
Tujuan
utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang
akandibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga dirinci
menjadi dua.
K. lhwal Hipotesis
Tidak
semua karya ilmiah ditulis dengan mencantumkan hipotesis. Jadi, adakalanya
hipotesis diperlukan tetapi dalam banyak kesempatan hipotesis itu sama sekali
tidak diperlukan. Sebuah hipotesis diperlukan hanya apabila diperlukan
pembuktian terhadap dalil tertentu. Maka, apabila hipotesis itu harus
dimunculkan, perhatikanlah uraian yang berkaitan dengan hal-ihwal hipotesis
berikut ini.
1.
Secara
etimologis, kata hipotesis berasal dari bahasa Yunani, hypo atau hupo artinya
kurang dari, atau sebelum. Tesis juga berasal dari bahasa Yunani yang artinya
adalah dalil, hukum, pendapat, atau kesimpulan. Jadi, kata 'hipotesis' artinya
adalah 'sebelum dalil'. Hipotesis dapat dikatakan 'sebelum dalil' karena 'dalil
sementara' itu belum dibuktikan kebenarannya lewat penelitian.
2.
Hipotesis
bisa salah, bisa juga benar. Jika dalam penelitian ternyata terbukti bahwa
sebuah hipotesis itu salah, harus dibuat lagi penelitian yang baru. u saja, ini
tindakan yang keliru bagi seorang ilmuwan.
Adapun
beberapa macam hipotesis dapat disampaikan berikut ini.
1.
Hipotesis
deskriptif, hipotesis ini ditujukan
untuk mendemonstrasikan dugaan sementara
tentang bagaimana benda-benda, peristiwa-peristiwa dapat terjadi.
Misalnya: Bagaimana bumi terbentuk? Bagaimana sungai terbentuk? Bagaimana
manajemen terbentuk? Bagaimana proses
manajemen bekerja?
2.
Hipotesis
argumentatif hipotesis ini digunakan untuk menunjukkan mengapa benda-benda atau
peristiwa-peristiwa terjadi. Mengapa bumi berbentuk bulat? Mengapa matahari
panas? Mengapa pendapatan masyarakat terus berkurang? Mengapa masyarakat
Indonesia tetap miskin?
3.
Hipotesis
kerja: hipotesis ini digunakan untuk menjelaskan akibat-akibat dari suatu sebab.
Hipotesis ini digunakan untuk menjelaskan bahwa seandainya variabel
berubah maka variabel lain akan berubah pula. Fungsi dari hipotesis kerja ini
adalah sebagai penuntun penelitian.
4.
Hipotesis
nol: hipotesis ini dirumuskan untuk memeriksa ketidakbenaran suatu dalil atau
teori yang kemudian akan ditolak dengan pembuktian-pembuktian yang sah.
I.
Cara Kerja Penyusunan Karangan
llmiah
Data
yang telah dikumpulkan dan disajikan dalam kualifikasi 'sempurna' kemudian
dianalisis (diinterpretasi, ditafsirkan, dibahas, diuraikan, dijabarkan,
dipaparkan, dideskripsikan) dengan alat-alat analisis yang jelas. Alat-alat
analisis itu bisa berupa teori-teori relevan yang menjadi dasar ancangan
analisis dan tolok ukur/parameter yang dikenakan.
Data
harus dianalisis dengan tetap cermat sambil mempertimbangkan pelbagai
persyaratan, pelbagai kendala, aneka asumsi, dan teori-teori relevan yang
menjadi dasar ancangan penelitiannya. Empat langkah Penyediaan Data:
1.
Penentuan
sumber data haruslah tepat: sumber data haruslah 'genali, haruslah ditemukan
secara purposif, dengan segala pertimbangan dan risiko demi 'data yang
berkualifikasi sempurna' untuk dianalisis.
2.
Inventarisasi
data: pengumpulan/penyediaan data dari sumber data yang sungguh kredibel dan
dari 'khasanah dati yang tepat. Data juga harus dapat ditemukan dengan memadai
atau bahkan melimpah, sehingga ada kesempatan bagi peneliti untuk
'mengesampingkan data yang nakal'.
3.
Seleksi
data: data yang telah ditemukan dan telah diinventarisasikan dengan baik, langkah
selanjutnya adalah seleksi data. Data dipisahkan menjadi data yang baik, data
yang kurang baik, dan data yang tidak baik alias 'nakal'.
4.
Klasifikasi
data: setelah seleksi dilakukan, data itu diklasifikasi, digolong-golongkan
seperlunya disesuaikan dengan tujuan analisisnya. Data yang telah diklasifikasi
dengan sempurna inilah yang kemudian dapat dikenai metode analisis data.
Artinya pula, hanya setelah data terklasifikasi dengan sempurna, analisis data
dapat dilakukan.
TULISAN
ILMIAH
Tulisan ilmiah adalah tulisan yang menyajikan pengetahuan tentang
kebenaran, dalam arti pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya (obyektif). Ciri-ciri
Tulisan Ilmiah:
1.
Tulisan
ilmiah, merupakan tulisan ilmu pengetahuan yang disusun berdasarkan penelitian,
betapapun sederhananya penelitian itu.
2.
Karena
tulisan itu merupakan hasil penelitian, maka tulisan ilmiah itu bersifat
obyektif.
3.
Isi
tulisan ilmiah itu harus sitematis.
4.
Tulisan
ilmiah dikembangkan berdasarkan rujukan atau referensi.
5.
Informasi
tulisan ilmih brsifat eksplisit.
6.
Tulisan
ilmiah juga memiliki cirri kehasaan yang lain.
BENTUK-BENTUK
TULISAN ILMIAH
1.
Makalah
(Paper)
Makalah
atau paper adalah naskah yang ditulis
oleh mahasiswa untuk memenuhi tugas mata kuliah tertentu.
2.
Laporan
Kerja atau Penelitian Lapangan
Laporan
ilmiah ini disusun berdasarkan hasil observasi lapangan tentag topic atau
masalah tertentu. Tulisan ini biasaanya digunakan untuk memenuhi
persyaratan ujian akhir Diploma.
3.
Skripsi
Skripsi adalah tulisan ilmiah
brdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai persyaratan
kelulusan studi strata satu. Taraf dan mutu ilmiahnya dapat teruji dalam proses
siding (ujian Skripsi)
4.
Tesis
Tesis, adalah karya ilmiah yang
ditulis berdasarkan penelitian untuk memenuhi persyaratan menempuh jenjang
studi strata dua. Didalamnya terungkap
kebenaran kebenaran dan pemikiran pemikiran ilmiah tentang suatu masalah, juga
sumbangan pemikiran baru untuk pengmbangan atau pemcahan masalah yang dibahas
didalamnya.
5.
Desertasi
Disertasi, Yaitu karya ilmiah
yang ditulis berdasarkan penelitian untuk memenuhi persyaratan menempuh jenjang
studi strata tiga (Doktor)Didalamnya mengungkap kebnaran kebenaran dan
pemikiran pmikiran ilmiah dan penemuan penemuan baru yang berupa prinsip
prinsip, dalil dalil atau teori teori yang terkait dengan masalah dalam penelitian tersebut.
6.
Laporan
Hasil Penelitian Umum. Adalah naskah hasil penelitian yang setaraf denga studi
lapangan maupun yang lebih tinggi yang ditujukan untuk proyek penlitian
tertentu.
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI
A.
Pendahuluan
Keterampilan berbahasa Indonesia merupakan keahlian (skils) yang harus dikuasai dan diberikan kepada guru, calon guru (mahasiswa keguruan), penceramah, kaum intelektual, maupun masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa sehingga akan lebih mantap dan handal dalam pemakaian segala aspek kebahasaan. Keterampilan berbahasa Indonesia mencakup: Keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi pesan (Ghofur, 2009:1).
Dalam kegiatan komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang diformulasikan dalam lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini disebut dengan encoding. Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang tersebut menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses ini disebut dengan decoding.
Keterampilan berbahasa Indonesia merupakan keahlian (skils) yang harus dikuasai dan diberikan kepada guru, calon guru (mahasiswa keguruan), penceramah, kaum intelektual, maupun masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa sehingga akan lebih mantap dan handal dalam pemakaian segala aspek kebahasaan. Keterampilan berbahasa Indonesia mencakup: Keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi pesan (Ghofur, 2009:1).
Dalam kegiatan komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang diformulasikan dalam lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini disebut dengan encoding. Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang tersebut menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses ini disebut dengan decoding.
B.
Aspek-Aspek Keterampilan Berbahasa
Sehubungan dengan
penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan dasar berbahasa yaitu; menyimak,
berbicara, menulis, dan membaca. Keempat keterampilan tersebut saling terkait
antara yang satu dengan yang lain.
1.
Hubungan Menyimak dengan Berbicara
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah
yang langsung. Menyimak bersifat reseptif, sedangkan berbicara bersifat
produktif. Misalnya, komunikasi yang terjadi antar teman, antara pembeli dan
penjual atau dalam suatu diskusi di kelas. Dalam hal ini A berbicara dan B
mendengarkan. Setelah itu giliran B yang berbicara dan A mendengarkan. Namun,
ada pula dalam suatu konteks bahwa komunikasi itu terjadi dalam situasi
noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya
mendengarkan. Misalnya Khotbah di masjid, dimana pemceramah menyampaikan
ceramahnya, sedangkan yang lainnya hanya mendengarkan. Terkait dengan kegiatan
pembelajaran, maka mahasiswa keguruan atau calon guru dituntut untuk mampu
memodifikasi aktivitas pembelajaran agar siswa mampu untuk melaksanakan
kegiatan komunikasi baik satu arah, dua arah, maupun multi arah. Aktivitas yang
dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok, Tanya jawab, dan
sebagainya.
2.
Hubungan Menyimak dan Membaca
Menyimak dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa
yang bersifat reseptif. Menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam
lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Penyimak
maupun pembaca melakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur
bahasa yang berupa suara (menyimak), maupun berupa tulisan (membaca) yang
selanjutnya diikuti dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa
konsep, ide, atau informasi. Keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang
paling awal dilakukan oleh manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa.
Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya
dimulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kegiatan menyimak
diawali dengan mendengarkan, dan pada akhirnya memahami apa yang disimak. Untuk
memahami isi bahan simakan diperlukan suatu proses berikut; mendengarkan,
mengidentifikasi, menginterpretasi atau menafsirkan, memahami, menilai, dan
yang terakhir menanggapi apa yang disimak. Dalam hal ini menyimak memiliki
tujuan yang berbeda-beda yaitu untuk; mendapatkan fakta, manganalisa fakta,
mengevaluasi fakta, mendapat inspirasi, menghibur diri, dan meningkatkan
kemampuan berbicara.
Menyimak memiliki jenis-jenis sebagai berikut:
Menyimak memiliki jenis-jenis sebagai berikut:
-
Menyimak kreatif: menyimak yang bertujuan untuk mengembangkan
daya imajinasi dan kreativitas pembelajar.
-
Menyimak kritis: menyimak yang dilakukan dengan sungguh-sungguh
untuk memberikan penilaian secara objektif.
-
Menyimak ekstrinsik: menyimak yang berhubungan dengan hal-hal
yang tidak umum danlebih bebas.
-
Menyimak selektif: menyimak yang dilakukan secara
sungguh-sungguh, dan memilih untuk mencari yang terbaik.
-
Menyimak sosial: menyimak yang dilakukan dalam situasi-situasi
sosial.
-
Menyimak estetik: menyimak yang apresiatif, menikmati keindahan
cerita, puisi, dll.
-
Menyimak konsentratif: menyimak yang merupakan sejenis telaah
atau menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk.
3.
Hubungan Membaca dan Menulis
Membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis.
Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca
adalah kegiatan yang bersifat reseptif. Seorang penulis menyampaikan gagasan,
perasaan, atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya seorang pembaca
mencoba memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk
tulisan tersebut.
Burns, Anderson, dan Ulit dalam Ghofur (2009:2) memaparkan bahwa Membaca adalah suatu proses kegiatan yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Proses tersebut berupa penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya. Lebih dari itu, pembaca menghubungkannya dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut, Kridalaksana dalam Ghofur (2009:2) menyatakan bahwa membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi bicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca dapat bersuara nyaring dan dapat pula tidak bersuara (dalam hati).
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut (Bryne dalam Ghofur, 2009:3). Lebih lanjut Bryne menyatakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekadar menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan karang-mengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan buah pikirannya secara menarik kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping harus menguasai topik dan permasalahannya yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen (1) grafologi, (2) struktur, (3) kosakata, dan (4) kelancaran.
Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri atas beberapa tahap. Mckey dalam Ghofur (2009:3) mengemukakan tujuh tahap yaitu (1) pemilihan dan pembatasan masalah, (2) pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan, (4) pembuatan kerangka karangan, (5) penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7) penulisan naskah akhir.
Secara padat, proses penulisan terdiri atas lima tahap yaitu; (1) pramenulis, (2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit, dan (5) mempublikasikan (Ghofur, 2009:3).
Burns, Anderson, dan Ulit dalam Ghofur (2009:2) memaparkan bahwa Membaca adalah suatu proses kegiatan yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Proses tersebut berupa penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya. Lebih dari itu, pembaca menghubungkannya dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut, Kridalaksana dalam Ghofur (2009:2) menyatakan bahwa membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi bicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca dapat bersuara nyaring dan dapat pula tidak bersuara (dalam hati).
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut (Bryne dalam Ghofur, 2009:3). Lebih lanjut Bryne menyatakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekadar menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan karang-mengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan buah pikirannya secara menarik kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping harus menguasai topik dan permasalahannya yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen (1) grafologi, (2) struktur, (3) kosakata, dan (4) kelancaran.
Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri atas beberapa tahap. Mckey dalam Ghofur (2009:3) mengemukakan tujuh tahap yaitu (1) pemilihan dan pembatasan masalah, (2) pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan, (4) pembuatan kerangka karangan, (5) penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7) penulisan naskah akhir.
Secara padat, proses penulisan terdiri atas lima tahap yaitu; (1) pramenulis, (2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit, dan (5) mempublikasikan (Ghofur, 2009:3).
1.
Pramenulis
Pramenulis
merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini seorang penulis melakukan berbagai
kegiatan, misalnya menemukan ide/gagasan, menentukan judul karangan, menentukan
tujuan, memilih bentuk atau jenis tulisan, membuat kerangka dan mengumpulkan
bahan-bahan. Ide tulisan dapat bersumber dari pengalaman, observasi, bahan
bacaan, dan imajinasi. Oleh karena itu, pada tahap pramenulis diperlukan
stimulus untuk merangsang munculnya respon yang berupa ide atau gagasan.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas, misalnya membaca buku,
surat kabar, majalah, dan lain-lain.
Penentuan tujuan menulis erat kaitannya dengan pemilihan bentuk karangan. Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan eksposisi; karangan yang bertujuan membuktikan, meyakinkan, dan membujuk dapat disusun dalam bentuk argumentasi dan persuasi. Karangan yang bertujuan melukiskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan deskripsi. Di samping seorang penulis dapat memilih bentuk prosa, puisi, atau drama untuk mengkomunikasikan gagasannya.
Penentuan tujuan menulis erat kaitannya dengan pemilihan bentuk karangan. Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan eksposisi; karangan yang bertujuan membuktikan, meyakinkan, dan membujuk dapat disusun dalam bentuk argumentasi dan persuasi. Karangan yang bertujuan melukiskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan deskripsi. Di samping seorang penulis dapat memilih bentuk prosa, puisi, atau drama untuk mengkomunikasikan gagasannya.
2.
Menulis
Tahap menulis dimulai dari menjabarkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Ide-ide dituangkan dalam bentuk satu karangan yang utuh. Pada tahap ini diperlukan berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, dan pembentukan kalimat. Sedangkan teknik penulisan diterapkan dalam penyusunan paragraf sampai dengan penyusunan karangan secara utuh.
Tahap menulis dimulai dari menjabarkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Ide-ide dituangkan dalam bentuk satu karangan yang utuh. Pada tahap ini diperlukan berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, dan pembentukan kalimat. Sedangkan teknik penulisan diterapkan dalam penyusunan paragraf sampai dengan penyusunan karangan secara utuh.
3.
Merevisi
Pada tahap merivisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan paragraf dalam tulisan. Koreksi harus dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas serta sistematika penalarannya. Sementara itu aspek kebahasaan meliputi pemilihan kata, struktur bahasa, ejaan dan tanda baca.
Pada tahap merivisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan paragraf dalam tulisan. Koreksi harus dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas serta sistematika penalarannya. Sementara itu aspek kebahasaan meliputi pemilihan kata, struktur bahasa, ejaan dan tanda baca.
4.
Mengedit
Apabila karangan sudah dianggap sempurna, penulis tinggal melaksanakan tahap pengeditan. Dalam pengeditan ini diperlukan format baku yang akan menjadi acuan, misalnya ukuran kertas, bentuk tulisan, dan pengaturan spasi. Proses pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penyediaan gambar atau ilustrasi. Hal itu dimaksudkan agar tulisan itu menarik dan lebih mudah dipahami.
Apabila karangan sudah dianggap sempurna, penulis tinggal melaksanakan tahap pengeditan. Dalam pengeditan ini diperlukan format baku yang akan menjadi acuan, misalnya ukuran kertas, bentuk tulisan, dan pengaturan spasi. Proses pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penyediaan gambar atau ilustrasi. Hal itu dimaksudkan agar tulisan itu menarik dan lebih mudah dipahami.
5.
Mempublikasikan
Mempublikasikan mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian yang kedua disampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, dan sebagainya.
Mempublikasikan mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian yang kedua disampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, dan sebagainya.
4.
Hubungan Menulis dengan Berbicara
Berbicara dan menulis merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
produktif. Berbicara merupakan kegiatan ragam lisan, sedangkan menulis
merupakan kegiatan berbahasa ragam tulis. Menulis pada umumnya merupakan
kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara merupakan kegiatan
berbahasa yang bersifat langsung.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi yang dalam proses itu terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain (komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Ghofur, 2009:5). Aspek-aspek yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri atas aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas; ucapan atau lafal, tekanan kata, nada dan irama, persandian, kosakata atau ungkapan, dan variasi kalimat atau struktur kalimat. Aspek nonkebahasaan terdiri atas; kelancaran, penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, dan sikap.
Langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik adalah:
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi yang dalam proses itu terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain (komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Ghofur, 2009:5). Aspek-aspek yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri atas aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas; ucapan atau lafal, tekanan kata, nada dan irama, persandian, kosakata atau ungkapan, dan variasi kalimat atau struktur kalimat. Aspek nonkebahasaan terdiri atas; kelancaran, penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, dan sikap.
Langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik adalah:
a.
Memilih topik, minat pembicara, kemampuan berbicara, minat pendengar,
kemampuan mendengar, dan waktu yang disediakan.
b.
Memahami dan menguji topik, memahami pendengar, situasi, latar
belakang pendengar, tingkat kemampuan, serta sarana.
c.
Menyusun kerangka pembicaraan, pendahuluan, isi dan penutup.
Latihan dan Soal
1.
Sebutkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa negera!
2.
Sebutkan ejaan-ejaan yang pernah digunakan (diberlakukan) di
Indonesia untuk kepentingan tulis menulis !
3.
Sebutkan jenis-jenis wacana beserta contohnya masing-masing
dalam bentuk paragraf !
4.
Apakah tujuan dan maksud dari keterampilan berbahasa ?
5.
Langkah apa saja yang harus ditempuh oleh seorang pembicara yang
baik (orator) ?
BAB II
TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH
1.
Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah
merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara
ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan
sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah
biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk
membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka
sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal
yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jika pun, tulisan
tersebut sudah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai
upaya pengembangan dari tema terdahulu. Disebut juga dengan penelitian
lanjutan. Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan (mahasiswa) bukan sekadar
menjadi penerima ilmu. Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang) ilmu.
Dengan demikian, tugas kaum intelektual dan cendikiawan tidak hanya dapat
membaca, tetapi juga harus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah.
Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calon ilmuan wajib menguasai tata cara
menyusun karya ilmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi juga praktik
penulisannya. Kaum intelektual jangan hanya pintar bicara dan “menyanyi” saja,
tetapi juga harus gemar dan pintar menulis.
Istilah karya ilmiah di sini adalah mengacu kepada karya tulis yang penyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan (Azwardi, 2008:111). Finoza dalam Alamsyah (2008:98) mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas 3 jenis, yaitu: (1) karangan ilmiah, (2) karangan semi ilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan non ilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; yang tergolong dalam karangan non ilmiah antara lain anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama. Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada karangan baku; sedangkan karangan semi ilmiah berada diantara keduanya.
Sementara itu, Yamilah dan Samsoerizal (1994:90) memaparkan bahwa ragam karya ilmiah terdiri atas beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurut pengelompokan itu, dikenal ragam karya ilmiah seperti; makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.
Istilah karya ilmiah di sini adalah mengacu kepada karya tulis yang penyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan (Azwardi, 2008:111). Finoza dalam Alamsyah (2008:98) mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas 3 jenis, yaitu: (1) karangan ilmiah, (2) karangan semi ilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan non ilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; yang tergolong dalam karangan non ilmiah antara lain anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama. Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada karangan baku; sedangkan karangan semi ilmiah berada diantara keduanya.
Sementara itu, Yamilah dan Samsoerizal (1994:90) memaparkan bahwa ragam karya ilmiah terdiri atas beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurut pengelompokan itu, dikenal ragam karya ilmiah seperti; makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.
2.
Sikap Ilmiah
Ada tujuh sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh setiap penulis
atau peneliti berdasarkan pendapat Istarani (2009:4) yaitu: sikap ingin tahu,
sikap kritis, sikap terbuka, sikap objektif, sikap menghargai karya orang lain,
sikap berani mempertahankan kebenaran, dan sikap menjangkau ke depan.
3.
Ciri-Ciri Karya Ilmiah
Karangan ilmiah adalah karangan yang berisi argumentasi
penalaran keilmuan yang dikomunikasikan melalui bahasa tulis yang formal dengan
sistematis-methodis. Karangan ilmiah bersifat sistematis dan tidak emosional.
Dalam karya ilmiah disajikan kebenaran fakta. Ciri-ciri karya ilmiah menurut
Alamsyah (2008:99) adalah sebagai berikut: (1) merupakan pembahasan suatu hasil
penelitian (faktual objektif ). Artinya, faktanya sesuai dengan yang diteliti,
(2) bersifat methodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah
digunakan metode tertentu dengan langkah langkah yang teratur dan terkontrol
secara tertip dan rapi, (3) tulisan ilmiah menggunakan laras ilmiah. Artinya,
laras bahasa ilmiah harus baku dan formal. Selain itu laras ilmiah harus lugas agar
tidak ambigu (ganda).
4.
Manfaat Penulisan Karya Ilmiah
Ada beberapa manfaat penulisan karya ilmiah adalah sebagai
berikut: (1) penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang
efektif, karena sebelum menulis karya ilmiah, penulis harus membaca dulu, (2)
penulis akan terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber dan
mengembangkan ke tingkat pemikiran yang lebih matang, (3) penulis akan terasa
akrab dengan kegiatan perpustakaan, seperti bahan bacaan dalam katalog
pengarang atau katalog judul buku, (4) penulis akan dapat meningkatkan
keterampilan dalam mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara jelas dan
sistematis, (5) penulis akan memperoleh kepuasan intelektual, dan (5) penulis
turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat (Istarani, 2009:5).
Selain itu, dengan karya ilmiah penulis juga telah ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui karya tulis yang dihasilkannya. Dengan demikian para penulis dan peneliti telah memberikan royalti (masukan) yang berguna bagi pengembangan iptek itu sendiri. Sehingga karya ilmiah tersebut dapat dibaca dan bermanfaat bagi para mahasiswa, intelektual, pendidik (guru dan dosen), dan bagi masyarakat umum.
Selain itu, dengan karya ilmiah penulis juga telah ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui karya tulis yang dihasilkannya. Dengan demikian para penulis dan peneliti telah memberikan royalti (masukan) yang berguna bagi pengembangan iptek itu sendiri. Sehingga karya ilmiah tersebut dapat dibaca dan bermanfaat bagi para mahasiswa, intelektual, pendidik (guru dan dosen), dan bagi masyarakat umum.
5.
Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah
Prinsip-prinsip umum yang mendasari penulisan sebuah karya
ilmiah adalah:
a.
Objektif, artinya setiap pernyataan ilmiah dalam karyanya harus
didasarkan kepada data dan fakta. Kegiatan ini disebut studi empiris. Objektif
dan empiris merupakan dua hal yang bertautan.
b.
Prosedur atau penyimpulan penemuannya melalui penalaran induktif
dan deduktif.
c.
Rasio dalam pembahasan data. Seorang penulis karya ilmiah dalam
menganalisis data harus menggunakan pengalaman dan pikiran secara logis.
6.
Tema Karya Ilmiah
Dalam menulis karya ilmiah, penulis hendaklah mengangkat
tema-tema yang aktual dan bukan suatu tema yang sudah basi dan kusam. Sehingga
karya tulis yang dihasilkan lebih berbobot dan mendapat sambutan yang baik dari
pembaca. Sebagian penulis kadang kala mengangkat tema yang kurang penting yang
hanya menjadi sebuah tulisan yang mubazir. Selain itu, ada sebagian penulis
ilmiah hanya bertindak sebagai seorang penulis plagiator atau diistilahkan
dengan penulis “ceplakan atau sarjana foto kopi, julukan bagi mahasiswa yang
skripsinya diupahkan pada tukang buat skripsi”.
Mengenai tema Walija (1996:19-20) memaparkan bahwa kata ‘tema’ diserap dari bahasa Inggris theme yang berarti ‘pokok pikiran’. Kata theme itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti; meletakkan atau menempatkan. Tema sebuah karangan merupakan ide dasar atau ide pokok sebuah tulisan. Biasanya tema tidak dapat dilihat dengan kasat mata dalam sebuah karangan, karena bukan terdapat dalam sebuah kalimat yang utuh, tetapi tema merupakan cerminan dari keseluruhan isi karangan dari awal sampai akhir. Tema merupakan amanat atau pesan-pesan yang dapat dipetik dari karangan. Rumusan dari simpulan yang berupa pesan-pesan pengarang itulah yang disebut tema.
Sebuah tema yang baik adalah harus menarik perhatian penulis sendiri. Apabila penulis senang dengan pokok pembicaraan yang ingin dikarang tentu seorang pengarang dalam keadaan senang atau tidak dalam keadaan terpaksa. Selain menarik perhatian, tema yang hendak ditulis terpahami dengan baik oleh penulis.
Selain tema dalam setiap tulisan ilmiah juga harus memiliki topik. Ada sebagian orang menyamakan antara topik dengan tema. Ternyata pendapat itu keliru. Topik adalah pokok pembicaraan yang ingin disampaikan dalam karangan.
Rambu-rambu yang harus diketahui dan dipahami oleh seorang penulis untuk menentukan dan memilih topik yang baik adalah sebagai berikut:
Mengenai tema Walija (1996:19-20) memaparkan bahwa kata ‘tema’ diserap dari bahasa Inggris theme yang berarti ‘pokok pikiran’. Kata theme itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti; meletakkan atau menempatkan. Tema sebuah karangan merupakan ide dasar atau ide pokok sebuah tulisan. Biasanya tema tidak dapat dilihat dengan kasat mata dalam sebuah karangan, karena bukan terdapat dalam sebuah kalimat yang utuh, tetapi tema merupakan cerminan dari keseluruhan isi karangan dari awal sampai akhir. Tema merupakan amanat atau pesan-pesan yang dapat dipetik dari karangan. Rumusan dari simpulan yang berupa pesan-pesan pengarang itulah yang disebut tema.
Sebuah tema yang baik adalah harus menarik perhatian penulis sendiri. Apabila penulis senang dengan pokok pembicaraan yang ingin dikarang tentu seorang pengarang dalam keadaan senang atau tidak dalam keadaan terpaksa. Selain menarik perhatian, tema yang hendak ditulis terpahami dengan baik oleh penulis.
Selain tema dalam setiap tulisan ilmiah juga harus memiliki topik. Ada sebagian orang menyamakan antara topik dengan tema. Ternyata pendapat itu keliru. Topik adalah pokok pembicaraan yang ingin disampaikan dalam karangan.
Rambu-rambu yang harus diketahui dan dipahami oleh seorang penulis untuk menentukan dan memilih topik yang baik adalah sebagai berikut:
a.
Topik sebaiknya aktual.
b.
Topik sebaiknya berasal dari dunia atau bidang kehidupan yang
akrab dengan penulis.
c.
Topik sebaiknya memiliki nilai tambah atau memiliki arti yang
penting, baik bagi penulis sendiri atau bagi orang lain.
d.
Topik sebaiknya selaras dengan tujuan pengarang dan selaras
dengan calon pembaca.
e.
Topik sebaiknya asli, bukan pengulangan atas hal yang sama yang
pernah disajikan oleh orang lain.
f.
Topik sebaiknya tidak menyulitkan pencarian data, bahan, dan informasi
lain yang diperlukan.
7.
Tahapan Umum Penulisan Karya Ilmiah
Tahap persiapan mencakup kegiatan menemukan masalah atau
mengajukan masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Masalah yang ditemukan
itu didukung oleh latar belakang, identifikasi masalah, batasan, dan rumusan
masalah. Langkah berikutnya mengembangkan kerangka pemikiran yang berupa kajian
teoritis. Langkah selanjutnya adalah mengajukan hipotesis atau jawaban atau
dugaan sementara atas penelitian yang akan dilakukan. Metodelogi dalam tahap
persiapan penulisan karya ilmiah juga diperlukan . Metodelogi mencakup berbagai
teknik yang dilakukan dalam pengambilan data, teknik pengukuran, dan teknik analisis
data. Kemudian tahap penulisan merupakan perwujudan tahap persiapan ditambah
dengan pembahasan yang dilakukan selama dan setelah penulisan selesai. Terakhir
adalah tahap penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan dianggap selesai.
8.
Bahasa Karya Ilmiah
Bahasa memegang peranan penting dalam penulisan karya ilmiah.
Oleh sebab itu pemahaman tentang diksi (pilihan kata atau seleksi kata, bahasa
Inggris; diction), istilah, kalimat, penyusunan paragraf, dan penalaran yang
diungkapkan harus dikuasai peneliti. Selain itu, penulisan karya ilmiah harus
mengacu pada Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan sesuai dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Dengan demikian, gaya penulisan karya
ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal.
Di sisi lain, bahasa merupakan alat yang cukup penting dalam karangan ilmiah. Langkah pertama dalam menulis karya ilmiah yang baik adalah menggunakan tata bahasa yang benar (Suriasumantri, 1986:58). Apabila bahasa kurang cermat dipakai, karangan bukan saja sukar di pahami, melainkan juga mudah menimbulkan salah pengertian. Bahasa karangan yang kacau menggambarkan kekacauan pikiran penulis (Surakhmat dalam Finoza, 2006:215).
Dalam menulis karya ilmiah penulis juga diharapkan mampu menggunakan bahasa secara cermat. Sajikan ide-ide secara urut sehingga pokok-pokok pikiran dan konsep tersusun secara koheren. Gunakan ungkapan yang ekonomis sehingga tidak terjadi pengulangan ide atau penggunaan kata-kata yang berlebihan. Selain itu, gunakan ungkapan halus (smooth), agar pembaca dapat mengikuti alur pembahasan dengan mudah. Gaya kalimat jangan seperti puitis dan perhatikan penulisan secara benar dan baku.
Di sisi lain, bahasa merupakan alat yang cukup penting dalam karangan ilmiah. Langkah pertama dalam menulis karya ilmiah yang baik adalah menggunakan tata bahasa yang benar (Suriasumantri, 1986:58). Apabila bahasa kurang cermat dipakai, karangan bukan saja sukar di pahami, melainkan juga mudah menimbulkan salah pengertian. Bahasa karangan yang kacau menggambarkan kekacauan pikiran penulis (Surakhmat dalam Finoza, 2006:215).
Dalam menulis karya ilmiah penulis juga diharapkan mampu menggunakan bahasa secara cermat. Sajikan ide-ide secara urut sehingga pokok-pokok pikiran dan konsep tersusun secara koheren. Gunakan ungkapan yang ekonomis sehingga tidak terjadi pengulangan ide atau penggunaan kata-kata yang berlebihan. Selain itu, gunakan ungkapan halus (smooth), agar pembaca dapat mengikuti alur pembahasan dengan mudah. Gaya kalimat jangan seperti puitis dan perhatikan penulisan secara benar dan baku.
9.
Penggunaan Bahasa dalam Karya Ilmiah
Dalam penggunaan
bahasa terdapat beberapa ragam bahasa. Sugono (1999:10) berpendapat bahwa
berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas
bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ragam bahasa hukum, ragam
bahasa niaga, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa jurnalistik. Yamilah dan
Samsoerizal (1994:10) mengklasifikasikan ragam bahasa dengan nama istilah ragam
fungsiolek.Ragam fungsiolek adalah ragam berdasarkan sikap penutur mencakup
daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan:
kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah.
Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya. Hadi
dalam Alamsyah (2008:102) mengatakan bahwa bahasa ragam karya ilmiah memiliki
karakteristik tersendiri yaitu : singkat, padat, sederhana, lugas, lancar, dan
menarik.
Selain itu, gaya penulisan karya ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal. Kejelasan dimaksudkan bahwa setiap karya ilmiah harus mampu menyampaikan informasi kepada pembaca tentang objek penelitiannya secara gamblang. Kegamblangan ini dibicarakan sebagai foto kopi dari aslinya. Inilah yang dimaksud dengan reproduktif. Sedangkan impersonal berarti peniadaan kata ganti perorangan seperti: saya atau peneliti. Misalnya: Adapun masalah yang akan diteliti mencakup, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan penelitian. Pada posisi kata impersonal “diteliti” tidak boleh menggunakan kata saya atau peneliti.
Selain itu, gaya penulisan karya ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal. Kejelasan dimaksudkan bahwa setiap karya ilmiah harus mampu menyampaikan informasi kepada pembaca tentang objek penelitiannya secara gamblang. Kegamblangan ini dibicarakan sebagai foto kopi dari aslinya. Inilah yang dimaksud dengan reproduktif. Sedangkan impersonal berarti peniadaan kata ganti perorangan seperti: saya atau peneliti. Misalnya: Adapun masalah yang akan diteliti mencakup, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan penelitian. Pada posisi kata impersonal “diteliti” tidak boleh menggunakan kata saya atau peneliti.
10.
Tertib Mengutip
Dalam tradisi mengarang ilmiah berlaku mengutip pendapat orang
lain. Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil pengamatan atau penelitian yang
merupakan lanjutan dari penelitian yang terdahulu. Dengan kata lain,
hasil-hasil penelitian orang lain, pendapat ahli, baik yang dilisankan maupun
yang dituliskan dapat digunakan sebagai rujukan untuk memperkuat uraian atau
untuk membuktikan apa yang dibentangkan (Walija, 1996:125). Dalam dunia tulis
menulis ilmiah ada dua macam jenis kutipan, yaitu: kutipan langsung dan kutipan
tidak langsung. Kutipan langsung dalam pengutipannya harus diberi tanda kutip
(“… “). Sedangkan kutipan tidak langsung tidak diberikan tanda kutip. Namun,
kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung dalam tertib mengutip harus
diberikan tanda dengan catatan kaki (foot notes). Catatan kaki adalah semua
kegiatan yang berkaitan dengan uraian (teks) yang ditulis di bagian bawah
halaman yang sama. Apabila keterangan semacam ini disusun dibagian akhir
karangan biasanya disebut keterangan saja. Catatan kaki bukan hanya untuk
menunjukkan sumber kutipan, melainkan juga dipergunakan untuk memberikan
keterangan tambahan terhadap uraian atau teks.Ada beberapa prinsip mengutip,
yaitu: (1) tidak mengadakan perubahan, (2) memberitahu bila sumber kutipan
mengandung kesalahan, (3) memberitahu bila melakukan perbaikan, dan (4) memberitahu
bila menghilangkan bagian-bagian tertentu yang ada didalam kutipan.
11.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan daftar sejumlah buku acuan atau
referensi yang menjadi bahan utama dalam suatu tulisan ilmiah. Selain buku,
majalah, surat kabar, catatan harian, dan hasil pemikiran ilmuan juga dapat
dijadikan sebagai referensi dalam menulis. Walija (1996:149) mengatakan bahwa
daftar pustaka atau bibliografi adalah daftar buku atau sumber acuan lain yang
mendasari atau menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan karangan.
Unsur-unsur pada daftar pustaka hampir sama dengan catatan kaki. Perbedaannya
hanya pada daftar pustaka tiada nomor halaman. Unsur-unsur pokok daftar pustaka
adalah sebagai berikut:
a.
Buku sebagai Bahan Referensi
–
Nama pengarang, diurutkan berdasarkan huruf abjad (alfabetis).
Jika nama pengarang lebih dari dua penggal nama terakhir didahulukan atau
dibalik.
–
Tahun terbit buku, didahulukan tahun yang lebih awal jika buku dikarang
oleh penulis yang sama.
–
Judul buku, dimiringkan tulisannya atau digaris bawahi.
–
Data publikasi, penerbit, dan tempat terbit.
–
DAFTAR PUSTAKA ditulis dengan huruf kapital semua dan menempati
posisi paling atas pada halaman yang terpisah.
Contoh penulisan daftar pustaka buku sebagai referensi:
Ismail, Taufiq. 1993. Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda. Mulya, Hamdani. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Lhokseumawe: STAIN Malikussaleh.
Contoh penulisan daftar pustaka buku sebagai referensi:
Ismail, Taufiq. 1993. Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda. Mulya, Hamdani. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Lhokseumawe: STAIN Malikussaleh.
Namun, jika bahan rujukan atau acuan dalam daftar pustaka yang
bersumber dari internet ditulis sesuai dengan aturannya tersendiri berdasarkan
pendapat Alamsyah (2008:119) sebagai berikut:
b.
Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal
Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti
oleh tahun, judul karya (dicetak miring) dengan diberikan keterangan dalam
kurung (Online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan
tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh: Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), jilid 5, No 4, (http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).
Contoh: Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), jilid 5, No 4, (http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).
c.
Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi
Nama pengirim (jika ada) disertai keterangan dalam kurung
(alamat e-mail pengirim), diikuti oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan
(dicetak miring), nama yang dikirimi disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail
yang dikirim). Contoh: 1Davis, A. (a.davis @uwts.edu.au). 10 Juni 1996.
Learning to Use Web Authoring Tolls. Email kepada Alison Hunter (huntera
@usq.edu.au).Contoh:Mulya, Hamdani. (mulyahamdani @yahoo.com). 15 Oktober 2009.
Teknik Menulis Karya Ilmiah. Email kepada Redaktur Majalah Santunan Jadid
(redaksisantunan @gmail.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar