Minggu, 24 Mei 2015

BELAJAR BAHASA INDONESIA





Standar Kompetensi:
Mahasiswa mampu:
1. Menggunakan bahasa Indonesia untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan sikap ilmiah ke dalam berbagai bentuk karya ilmiah yang berkualitas, baik tulis maupun lisan
2. Menggunakan kemahiran dalam berbahasa Indonesia untuk mengembangkan diri sepanjang hayat.

Bahasa sebagai alat komunikasi
1. Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan media bahasa.
2. Komunikasi merupakan penggerak kehidupan, manusia selalu butuh berinteraksi dengan manusia lain.

Sejarah bahasa Indonesia
1. Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
2.Kenapa bahasa Melayu ? 
    a. Karena telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
    b. Diterima oleh semua suku bangsa di Indonesia.
    c.Bersifat demokratis.
    d.Bersifat reseptif à mudah menerima masukan bahasa daerah atau bahasa asing.

Problematik bahasa Indonesia
1. Pengaruh bahasa daerah dan asing tidak cukup terkontrol.
2. Berbahasa Indonesia, tetapi masih berpikir dalam bahasa daerah.
3.  Masalah penulisan ilmiah.

Penilaian terhadap bahasa Indonesia
1.Menganggap bahasa Indonesia ada secara alamiah à sehingga merasa tidak perlu ada pembinaan secara terencana.
2.Menganggap bahasa Indonesia itu Mudah à enggan mempelajari dengan sungguh-sungguh.
3. Menganggap bahasa Indonesia lebih rendah dari pada bahasa Asing à kemampuan berbahasa asing dijadikan ukuran keterpelajaran seseorang.

Sikap positif yang diharapkan:
1.  Bangga berbahasa nasional, bahasa Indonesia.
2. Mempunyai rasa setia terhadap bahasa Indonesia.
3. Merasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa Indonesia.

Bhs Indonesia di Perguruan Tinggi
1. Bahasa Ilmiah à Bhs yg baku, lugas  , disampaikan secara obyektif.
2. Menjelaskan hal-hal rumit menjadi jelas, menguraikan hal sulit menjadi mudah, bukan sebaliknya.

Bahasa Baku
1. Bhs Baku à Standar atau patokan bahasa yang benar, yang berlaku untuk suatu bahasa.
2. Fungsi bhs baku à Pemersatu; Pemberi kekhasan; Pembawa kewibawaan; Sebagai kerangka acuan.
3. Ciri bhs baku à Kemantapan Dinamis; Kecerdasan; Keseragaman.


Pengantar Umum
(Fungsi & Ragam Bahasa)
Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah seperangkat bunyi yang sistematis. Pentingnya Bahasa,Bahasa sangat penting bagi manusia. Buktinya?  Pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari dan banyaknya perhatian para ilmuwan dan praktisi terhadap bahasa.

Fungsi bahasa bagi setiap orang:
1. Alat komunikasi;                                   6. alat fungsional
2. Alat mengekpresikan diri;                      7. alat untuk berpikir.
3. Alat berintegrasi dan beradaptasi sosial; 8. Fungsi khayalan/
immajiner
4. alat kontrol sosial. (Keraf 1994:3-6)      9. Fungsi emosional
5. alat informatif

Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
1. Lambang kebanggaan nasional.
2. Lambang identitas nasional.
3. Bahasa persatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latas belakang bahasa dan budaya yang berbeda.
4. Bahasa perhubungan antara berbagai wilayah nusantara.

Kedudukan sebagai bahasa Negara berfungsi sebagai :
1. Bahasa resmi Negara.
2. Bahasa pengantar didunia pendidikan.
3. Bahasa perhubungan dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional.
4. Bahasa pengmbang ilmu pengetahuan, tehnologi dan budaya.

Ragam & Laras Bahasa
1. Ragam Bahasa: variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa.
2. Ragam bahasa dibedakan berdasarkan media pengantarnya dan berdasarkan situasi pemakaiannya.
3. Berdasarkan medianya: ragam lisan & tulis.
4. Berdasarkan situasi pemakaiannya: ragam formal, semi formal dan nonformal. Ragam resmi dan tidak resmi, ragam baik dan kurang baik, ragam benar dan kurang benar, ragam baku dan non baku, ragam ilmiah dan non ilmiah, ragam Indonesia dan daerah, ragam lisan dan tulis.

Ragam & Laras Bahasa
Laras bahasa: kesesuaian antara bahasa yang dipakai dengan fungsi pemakaian bahasa. Laras bahasa tidak sama dengan ragam bahasa.

Dua Ragam Utama
1. Penggolongan ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya atau cara berkomu-nikasi menghasilkan ragam lisan dan ragam tulis. Kedua ragam ini disebut sebagai ragam utama.
2. Kenapa? Apapun ragam dan laras bahasa yang dipilih oleh seseorang, harus diwujudkan dalam bentuk lisan atau tulis. 

Perbedaan Ragam Lisan & Tulis
1. Ragam lisan memerlukan pendengar yang siap mendengarkan pesan yang diucapkan/disampaikan oleh seseorang.
2. Di dalam ragam lisan, unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan tidak selalu dinyatakan dengan kata-kata (gesture dan mimik muka)

Perbedaan Ragam Lisan & Tulis
1. Ragam lisan terikat pada situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
2. Makna, dalam ragam lisan, dipengaruhi oleh tinggi-rendah dan panjang pendek-nya nada suara.
3. Di dalam ragam tulis, makna ditentukan terutama oleh pemakaian tanda baca.

Ragam Bahasa Indonesia
1. Ragam Daerah atau Ragam Dialek, Ragam patokan daerah, lazim dikenal dengan dialek/logat. Ragam ini digunakan sekelompok masyarakat dari suatu wilayah atau daerah tertentu. Misalnya dialek Medan, Jawa, Sunda, dan Aceh.
2. Ragam Sosiolek, Ragam sosiolek adalah ragam bahasa yang mencerminkan pribadi sosial pengguna bahasa. Seorang yang berpendidikan tinggi tentu berbeda ragam dalam pemakaian bahasa dengan orang yang berpendidikan rendah. Begitu juga jika kita membandingkan bahasa yang digunakan oleh para pekerja pelabuhan dan calo di terminal. Bahasa yang digunakan oleh cerdik pandai umumnya lebih bagus dan piawai. Mereka yang pernah mengecap pendidikan dapat membedakan pengucapan kata-kata seperti: folio, film, apotek, dan fitnah. Mereka dapat menganalisis kebenaran sesuai dengan konteks kalimat atau kebakuan kata. Folio sebagai jenis kertas atau polio yang merupakan jenis penyakit sesuai dengan konteks kalimat yang diinginkan. Demikian juga kata film adalah jenis kata yang baku bukan filem. Begitu juga kata apotek, termasuk kata baku, karena toko obat disebut sebagai apoteker bukan apotiker. Sedangkan mereka yang tidak pernah belajar bahasa akan semena-mena mengucapkan kata-kata seperti: pilem/pilm, pitnah dan lain-lain (Yamilah dan Samsoerizal, 1994:10).
3. Ragam Fungsiolek, Ragam berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan: kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya.
4. Ragam Lisan dan Tulis, Ragam lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
    a. Memanfaatkan alat ucap dengan bantuan intonasi, mimik, dan gerak-gerik anggota tubuh.
    b. Komunikasi berlangsung secara tatap muka.
Ragam bahasa tulis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
    a . Menggunakan ejaan dalam penyampaian informasi.
    b. Komunikasi berlangsung secara non tatap muka.
Ragam bahasa lisan, dalam kegiatan sehari-hari terwujud melalui:
    a. Ragam percakapan.                      c. Ragam kuliah.
    b. Ragam pidato.
Sedangkan ragam bahasa tulis dapat dilihat pada penggunaan:
    a. Ragam teknis.
    b. Ragam undang-undang.
    c. Ragam catatan.
    d. Ragam surat-menyurat.
    e. Ragam Baku dan Tidak Baku,
Ragam bahasa baku (standar) memiliki sifat; kemantapan, dinamis, kecendikiaan, dan keseragaman. Ragam baku adalah ragam (konfensional) yang telah disepakati bersama dan terkumpul dalam Tata Bahasa Baku.

Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan dalam bahasa tulis,di dalamnya berisi kaidah yang mengatur;
1. Bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran,
2. bagaimana hubungan antar lambang-lambang itu baik pemisahan atau penggabungan dalam suatu bahasa. Secara teknis ejaan dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan kalimat, dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi.
Ejaan yang pernah dirumuskan untuk kepentingan tulis menulis di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Ejaan Van Ophuysen (1901).
2. Ejaan Soewandi (1947).
3. Ejaan Pembaharuan (1957).
4. Ejaan Melayu-Indonesia/Melindo (1959).
5. Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan/LBK (1966).
6. Ejaan Yang Disempurnakan (17 Agustus 1972).

Variasi Pemakaian Bahasa
Variasi pemakaian bahasa Indonesia pun merupakan landasan pemikiran diadakannya mata kuliah bahasa Indonesia sampai di perguruan tinggi. Kita dapat mengetahui perbedaan pemakaian bahasa Indonesia tatkala kita membaca koran nasional dan koran daerah, misalnya. Perbedaan itu dapat juga dibuktikan ketika kita pergi ke daerah lain, baik pilihan kata maupun intonasi, atau bahkan kalimatnya. Begitu pula ketika pergi ke pasar lalu ke kantor atau ke kampus, kita akan segera tahu adanya perbedaan pemakaian bahasa Indonesia. Contoh yang paling mudah untuk melihat perbedaan pemakaian ini adalah bahasa dalam SMS atau ceting (chatting) dan dalam makalah. Bahasa SMS takketat, bahkan bisa dan boleh semau kita, sedangkan bahasa makalah penuh dengan aturan yang harus kita taati.

Perkembangan Bahasa
Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, Perancis, Arab, Belanda, Mandarin, Jepang atau bahasa asing lainnya, atau juga bahasa daerah, bahasa Indonesia relatif masih muda. Ia baru lahir pada akhir tahun 1928, yaitu melalui Sumpah Pemuda. Namun, perkembangannya begitu pesat. Hingga tahun 1988 -berarti enam puluh tahun- bahasa Indonesia sudah memiliki lebih dari 60.000 kata. Kamus bahasa Indonesia yang diterbitkan tahun 2008 telah mencapai 90.000 kata. Kemajuan yang benar-benar pesat.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Banyak kosakata daerah, terutama Jawa dan Sunda, masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing yang banyak diserap pada awalnya adalah bahasa Arab, lalu bahasa Belanda, dan kini bahasa Inggris.
Hingga 1972 bahasa Indonesia dalam hal menyerap lebih berorientasi pada bahasa Belanda. Karena itu, banyak kosakata yang berasal dari bahasa Belanda, misalnya, tradisionil, formil, sistim. Namun, sejak 1972 -bersamaan dengan lahirnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD)- bahasa Indonesia dalam hal menyerap kosakata asing lebih berorientasi pada bahasa Inggris. Karena itu, kosakata yang berasal dari bahasa Belanda seperti ketiga contoh taklagi dianggap baku. Kosakata yang dianggap baku untuk ketiga kata tersebut adalah tradisional, formal, dan system. Pada akhir tahun 1990-an -ketika yang memimpin Indonesia adalah Abdurrahman Wahid- perkembangan kosakata bahasa Indonesia memper-lihatkan gejala lain. Pada waktu itu muncul lagi kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sebelumnya hanya digunakan di lingkungan pesantren. Contohnya adalah kata-kata istigosah, akhwat, ikhwan.
Perkembangan tidak hanya terjadi pada bidang kosakata, tetapi juga pada bidang lain seperti istilah atau ungkapan dan peribahasa. Hal tersebut bisa kita temukan dengan membaca Siti Nurbaya karya Marah Roesli dan Saman karya Ayu Utami, misalnya. Contoh lain dapat kita temukan dengan membaca koran tahun 1980-an dan koran tahun 2000-an. Tahun 1980-90an muncul ungkapan menurut petunjuk, demi pembangunan, dan sebagainya. Tahun 2000-an lebih sering muncul kata-kata reformasi, keos (chaos), dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi pada ragam resmi. Dalam ragam takresmi pun terjadi perkembangan. Bahkan, perkembangan dalam ragam takresmi lebih pesat, namun juga lebih cepat menghilang. Misalnya, pada tahun 1980-an muncul kata asoy yang berarti ‘asyik’; tahun 1990-an muncul kata ni ye yang bertugas sebagai penegas kalimat; tahun 2003-an muncul kata lagi yang bertugas baru sebagai penegas seperti pada ungkapan PD (percaya diri) lagi atau abis lagi. Padahal arti lagi yang sebenarnya adalah ‘kembali’ atau ’sedang’. Tahun 2004 muncul gitu lo atau getholho, dan semacamnya, tahun 2009 sudah muncul yang lain lagi.
Bidang makna pun mengalami perkembangan. Ada lima penyebab perkembangan makna, yaitu (1) peristiwa ketatabahasaan, (2) perubahan waktu, (3) perbedaan bahasa daerah, (4) perbedaan bidang khusus, (5) perubahan konotasi.

peristiwa ketatabahasaan
Sebuah kata, misalnya tangan, memiliki makna berbeda karena konteks kalimat berbeda.
1. Agus pulang dengan tangan hampa.
2. Dadang memiliki banyak tangan kanan.
3. TanganDidi sakit karena jatuh.

perubahan waktu
makna dahulu

makna sekarang
bapak : orang tua laki-laki, ayah

sebutan terhadap semua orang laki-laki yang umurnya lebih tua atau kedudukannya lebih tinggi
canggih: cerewet, bawel

pintar dan rumit, modern
saudara : orang yang lahir dari ibu dan bapak yang sama

sapaan bagi orang yang sama derajatnya, orang yang dianggap lahir dari lingkungan yang sama seperti sebangsa, seagama, sedaerah

perbedaan bahasa daerah
Kata atos dalam bahasa Sunda berarti ’sudah’, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti ‘keras’. Kata bujur dalam bahasa Sunda berarti ‘pantat’, sedangkan dalam bahasa Batak berarti ‘terima kasih’, dan dalam bahasa Indonesia berarti ‘panjang’.
perbedaan bidang khusus
Dalam bidang kedokteran kata koma berarti ’sekarat’, sedangkan dalam bidang bahasa berarti ’salah satu tanda baca untuk jeda’. Kata operasi dalam bidang kedokteran berarti ‘bedah, bedel’, dalam bidang kemiliteran atau yang lain berarti ‘tindakan’, dan dalam bidang pendidikan berarti ‘pelaksanaan rencana proses belajar mengajar yang telah dikembangkan secara rinci’.

perubahan konotasi
Kata penyesuaian berarti ‘penyamaan’, tetapi agar orang lain tidak terkejut atau marah, kata itu dipakai untuk makna ‘penaikan’. Misalnya penaikan harga menjadi penyesuaian harga. Perkembangan lain dalam bahasa Indonesia adalah pergantian ejaan. Sejak 1972 bahasa Indonesia memakai sistem ejaan yang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD), yang dalam kenyataannya sampai sekarang belum diperhatikan penuh oleh masyarakat pemakainya. Karena itu, kesalahan pemakaian masih banyak terjadi. Misalnya, banyak orang masih kesulitan membedakan pemakaian huruf kecil dan huruf kapital; pemakaian singkatan nama diri, nama gelar, dan nama lembaga. Padahal, jika diperhatikan, pemakaian ejaan dapat juga membedakan makna.Perhatikan contoh kedua kalimat matematis ini! Perbedaan ada pada pemakaian tanda baca koma.
Diketahui A = 4, berapa nilai B, C, D, dan E pada kedua pernyataan berikut?
1) A = B, C, D, dan E.
2) A = B, C, D dan E.
Contoh lain tentang pemakaian huruf kapital dan huruf kecil:
- Kemarin ibu pergi dengan Ibu Neneng.
- Orang Sumedang makan tahu sumedang.
Kesalahan lain yang sering dijumpai adalah pelafalan yang taksesuai dengan kaidah ejaan. Menurut EYD, setiap kata dilafalkan sesuai dengan hurufnya, kecuali untuk nama diri. Untuk nama diri, penulisan dan pengucapan merupakan hak otonomi pribadi. Misalnya, Deassy, Dessy, Desy, Desie, Desi, Deasie; Yenny, Yeny, Yenni, Yennie, Yenie, atau Yeni. Namun, masih banyak di antara kita yang “buta huruf” sehingga takdapat membedakan huruf c dan huruf k, dan huruf s; atau huruf t dengan huruf c, dalam beberapa kata yang berbeda. Karena kurang perhatian pada hal-hal sepele itu, banyak orang melafalkan secara taktepat kata-kata panitia, unit, pasca, aksesoris, lab (akronim dari laboratorium yang diucapkan salah: leb)dan sebagainya.
Bahasa yang Baik dan Benar
1. Bahasa dapat dikatakan sudah baik apabila maknanya dapat dipahami oleh komunikan dan ragamnya sudah sesuai dengan  situasi dan kondisi pada saat bahasa itu digunakan. Yaitu sesuai dengan :
    a. Tempat      c. pelaku
    b. Waktu       d. tujuan
2. Bahasa yang benar adalah bahasa dengan ragam formal  yang mengikuti kaidah baku (sesuai dengan kaidah ketata bahasaan). Yaitu sesuai dengan :
    a. Ejaan                                   e. semantik
    b. Fonologi (bunyi)                   f. paragraf
    c . Morfologi (tata kata)            g. wacana
    d. Sintaksis. (tata kalimat)         h. kelogisan
3. Jadi, bahasa yang baik dan benar adalah bhs yg maknanya dapat dipahami sesuai dengan situasi pemakaiannya serta tidak menyimpang dari kaidah yang dibakukan.

EJAAN BAHASA INDONESIA
1. Ejaan (EYD) adalah kaidah bahasa yang mengatur penulisan huruf, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca. 
2. Misalnya, penempatan tanda baca pada kalimat berikut akan mempengaruhi informasi yang disampaikan.   Menurut kabar burung Pak Amat mati

PENULISAN HURUF
Huruf Miring
1. Untuk menuliskan judul buku, nama  majalah, dan nama surat kabar yang dikutip di dalamteks;
2. Untuk menuliskan huruf, kata, atau istilah yang dikhususkan/ditegaskan;
3. Untuk menuliskan kata atau istilah asing, termasuk istilah ilmiah, dan kata atau istilah dari bahasa daerah. 

Huruf Kapital 
Huruf kapital seluruhnya digunakan untuk menuliskan
1.  judul utama,
2. judul bab,
3. judul kata pengantar, daftar isi, dan  daftar pustaka.

Huruf Kapital Awal Kata
Huruf kapital pada setiap awal kata digunakan untuk menuliskan
1. judul-judul sub bab,
2. nama Tuhan, nabi, agama, dan kitab suci,
3. nama diri,
4. nama tahun, bulan, dan hari,
5.  nama gelar, jabatan, dan pangkat,
6. nama-nama geografi dan sapaan.

PENULISAN KATA
1.  Penulisan Gabungan Kata
    aGabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus atau salah satu unsurnya berupa unsur terikat. (dipertanggungjawabkan)
    b. Gabungan kata ditulis terpisah jika tidak  berimbuhan atau hanya mendapat imbuhan awalan/akhiran.(tanggung jawab)
2. Penulisan Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis ulang dengan menggunakan tanda hubung

PENULISAN UNSUR SERAPAN
Penerjemahan
  shophouse  ---à ruko (rumah toko)
  industrial estate ---à kawasan industri
  balanced budget ---à anggaran berimbang

Penyesuaian ejaan
  energy   ---à energi
  standardization ---à standardisasi

Penerjemahan dan Penyerapan
  subdivision  ---à subbagian
  inflation rate  ---à laju inflasi

Penulisan Singkatan 
Singkatan ialah kependekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf maupun dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya. Misalnya:
a. LHP [el-ha-pe]
b. sdr. [saudara]
c. PT   [pe-te], dst. [dan seterusnya]
d. BPK [be-pe-ka],   dsb.[dan sebagainya] 
e. a.n. [atas nama],    bukan a/n
f . u.p. [untuk perhatian],   bukan u/p
g. d.a. [dengan alamat],  bukan d/a
h. s.d. [sampai dengan],  bukan s/d

Penulisan Akronim
Akronim ialah kependekan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau huruf awal dan suku kata yang ditulis dan dilafalkan seperti kata biasa.Misalnya:
1. raker            7. Bappenas
2. SIM             8. Bareskrim
3. Rapim          9. Depdiknas
4. FISIP          10. Lakalantas
5. Taplus          11. Kadim
6. IKIP            12. Tipiring

Pengertian Kalimat 
1. Penanda
Kalimat (dalam ragam tulis) diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Informasi Kalimat merupakan rangkaian kata yang mengandung informasi relatif lengkap
. Contoh Kasus: 
Surat tugas itu sudah ditandatangani.
Surat tugas yang sudah ditandatangani itu.
Catatan:Rangkaian kata (1) sudah merupakan kalimat karena informasinya sudah lengkap, sedangkan (2) belum menjadi kalimat karena informasinya belum lengkap.
Struktur kalimat sekurang-kurangnya mengandung dua unsur, yaitu subjek dan predikat.Namun, jika predikatnya berupa kata kerja transitif, sebuah kalimat--selain memerlukan unsur subjek dan predikat--juga memerlukan unsur lain, yaitu objek.Misalnya:PT Sekar Ayu memproduksi jamu Cap Kelinci. 
Contoh Kasus:
a. Dalam bab ini akan membahas metode pengumpulan data.
b. Pembangunan itu untuk menyejahterakan masyarakat.
Kalimat (1) tidak lengkap karena tidak ada subjeknya, sedangkan (2) tidak ada predikatnya. Perhatikan perbaikannya di bawah ini. 

PUNGTUASI (TANDA BACA)
Pentingnya Pungtuasi
Untuk memperoleh tekanan yang diinginkan sebagai terdapat dalam bahasa lisan. Bahasa tulis terdapat unsur segmental dan suprasegmental.
-segmental: dinyatakan secara tertulis dengan abjad,suku kata, penulisan kata, dan sebagainya
- Suprasegmental: dinyatakan secara tertulis melalui tanda baca-tanda baca atau pungtuasi
Contoh: Coba katakan, Saudara, siapa namamu?

Macam-macam Pungtuasi
A. Titik (.)
1. Menyatakan akhir dari sebuah kalimat
Contoh:     * Bapak sudah pergi ke kantor.
                 * Tidak ada yang perlu ditakuti.
Karena kalimat tanya dan kalimat perintah atau seru mengandung pula pengertian perhentian kalimat, maka tanda-tanya dan tanda-seru yang digunakan dalam kalimat-kalimat tersebut selalu mengandung sebuah tanda titik.
    - Kamu sudah mendengar berita itu?
    - Apa yang diinginkannya?
    - Pergilah dari sini!
    - Aduh, sialnya nasibku!
2. Tanda titik dipakai pd akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan singkatan kata.contoh: Dr. (Doctor), dr. (dokter), Ir. (Insinyur), Kol. (Kolonel), M.Sc. (Master of Science), Prof. (Profesor), S.H. (Sarjana Hukum), Drs. (Doktorandus), M.A. (Master of Arts), a.n. (atas nama), d.a. (dengan alamat), u.b. (untuk beliau), dkk. (dan kawan-kawan), dll. (dan lain-lain), dst. (dan seterusnya), dsb. (dan sebagainya), tsb. (tersebut), Yth. (yang terhormat). Semua singkatan yg menggunakan inisial tidak menggunakan titik: MPR, DPR, ABRI, Hankam, dsb.
3. Untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya, yang menunjukkan jumlah juga dipakai untuk memisahkan angka jam, menit dan detik.Contoh: 1.000, 123.000, tapi bila tidak menunjukkan jumlah maka tanda titik tersebut tidak dipergunakan, contoh: Ia lahir pada tahun 1876.

B. Koma (,)
Koma atau perhentian antara kalimat yg menunjukkan suara menarik di tengah-tengah tutur, dalam hal-hal berikut dapat dipergunakan tanda koma, yakni:
1. Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat, antara kalimat yg menyatakan pertentangan, contoh: Ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai; Mereka bukan mengerjakan apa yang diperintahkan, melainkan duduk bermalas-malasan saja.
2. Untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, atau sebaliknya, contoh: Bila hujan berhenti, ia akan mulai menanami sawahnya.
3. Untuk menceraikan beberapa kata yang disebut berturut-turut, contoh: Ia membeli seekor ayam, dua ekor kambing, dan tiga ekor bebek.
4. Untuk dipakai dibelakang kata atau ungkapan transisi yang terdapat diawal kalimat, misalnya: jadi, oleh karena itu, lagi pula, akan tetapi, meskipun begitu, di samping itu.
5. Untuk menghindari salah baca atau keragu-raguan:
    -  Meragukan  : di luar rumah kelihatan suram.
    - Jelas             : di luar, rumah kelihatan suram.
    - Jelas             : di luar rumah, kelihatan suram.
7. Untuk menandakan seseorang yang diajak bicara, contoh: saya mendoakan, Yanto, agar engkau selalu berhasil dalam usahamu.
8. Untuk memisahkan dari kata yang diterangkannya
    - PakHafiz, Ketua STIKIM, dengan sekuat tenaga berusaha untuk menyelamatkan mahasiswanya,
    - Orang tuanya, Pak Kardi, telah meninggal tadi malam
9. Untuk memisahkan kata-kata afektif seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, dan sebagainya.
10. Untuk memisahkan sebuah ucapan langsung dari bagian kalimat lainnya. contoh: Kata ayah, “Saya akan mengurus sendiri persoalan itu.”

C.      Titik-koma (;)
1.             utk memisahkan dua bagian kal. yg sederajat, di mana tidak dipergunakan kata-kata sambung,co: Ia seorang sarjana yg cemerlang; seorang atlit yang mengandung harapan; seorang aktor yang sangat baik.
2.             Memisahkan ayat-ayat atau perincian-perincian yg bergantung pada suatu pasal atau pada suatu induk kalimat, co: Menurut penyelidikan Lembaga tsb., kekurangan yang menyolok di kalangan para mahasiswa, khususnya para mahasiswa baru, antara lain:
               tidak cukup menguasai bahasa Inggris;
               tidak mampu membaca tabel dan grafik;
               cara belajar mereka kurang efisien.

D.        Titik dua (:)
1.         Sebagai penghantar sebuah kutipan, Contoh: Dalam sebuah karangannya yang berjudul “Pengajaran Bahasa Indonesia” Poedjawijatna mengatakan: “…..”
2.         Titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan yang lengkap, tetapi diikuti suatu rangkaian.Contoh: - Di warung itu dapat dibeli barang-barang berikut: sayur-sayuran, gula, tembakau, buah-buahan, barang pecah-belah, dsb.Manusia terdiri dari dua bagian: jiwa dan badan.
3.         Sesudah frasa atau kata
Nama        :
  NPM          :
Dalam teks drama atau dialog

E.      Tanda kutip (“…”) atau (‘…’)
1.       Untuk mengutip kata-kata seseorang, Contoh Dalam bukunya tentang Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Prof.M. Nasroen, S.H, mengatakan: “….”. Catatan; bila hanya ada satu kata yang dikutip, maka tidak perla menggunakan titik dua: Ia berteriak “tembak!” kepada anak buahnya
2.       Untuk menulis judul karangan (artikel), syair. Co:  Ia menulis sebuah artikel dalam majalah bulanan itu dengan judul “Pemudah dan dekadensi moral”
3.             Tanda kutip dipakai utk menyatakan sebuah kata asing atau sebuah kata yg diistimewakan atau mempunyai arti khusus
-                Ia menyatakan bahwa semuanya sudah “oke”
-                Semboyan “buku, pesta dan cinta” sudah lama ditinggalkan baik di dalam tindak tanduk maupun slogan
4.       Tanda kutip tunggal (‘….’) dipakai           untuk mengapit terjemahan atau penjelasan sebuah kata atau ungkapan asing.
5.       Untuk penulisan dialog-dialog, tiap pembicaraan baru betapa pun pendeknya selalu dimulai dengan alinea baru, co:
-        “ Nanti dulu,” kata Maya, “Apa?”
6.       Tanda kutip dalam tanda kutip
-                Contoh: Yanto berkata: “Tiba-tiba saya mendengar suatu suara berseru ‘Siapa itu?’ ”

F.      Tanda tanya ( ? )
1.             Dalam suatu pertanyaan langsung, co: Bukankah kamu yang diserahi pekerjaan itu?
2.             Tanda Tanya dipergunakan untuk menyatakan keragu-raguan atau ketaktentuan. Untuk maksud tsb tanda Tanya harus ditempatkan dalam tanda kurung (?), misalnya: Pengarang itu lahir tahun 1886 (?) dan meninggal tahun 1968.

G.      Tanda seru (!)
1.             Untuk menyatakan suatu pernyataan yg penuh emosi juga kalimat yg mengandung penekanan, co: Mustahil! Hal semacam itu tidak boleh terjadi!, Perhatian! Perhatian!
2.             Tanda seru selalu dipergunakan untuk menyatakan suatu perintah, co: Pergilah segera ke rumahnya! Bawalah dia ke mari!

H.      Tanda hubung (-)
1.             Tanda hubung dipakai untuk menyambung bagian-bagian dari kata ulang. Co: rumah-rumah, bermain-main, berdekat-dekatan, dsb.
2.             Tanda hubung dipakai untuk memperjelas hubungan antara bagian kata atau ungkapan. Co: be-ruang, ber-uang; Istri-kolonel yang cerewet (sang istri yang cerewet); Istri kolonel-yang cerewet (kolonel yang cerewet)

I.                   Garis miring (/)
Pengganti kata atau, per, atau memisah-misahkan nomor alamat yang mempunyai fungsi yang berbeda. Co:
-        begitu pula pembentukan kata/istilah-istilah berdasarkan  terjemahan bahasa Indonesia
Akan diadakan pungutan wajib Rp. 1.000/jiwa
-                 Penomoran kode surat: No. ST.K/213/IV/2006



J.       Huruf kapital
1.             Digunakan pada awal kata sebuah kalimat, co: Ia meninggalkan rumah tanpa pamit
2.             Digunakan untuk nama diri, nama tempat, bangsa, Negara, organisasi, bahasa, nama bulan dan hari, Tuhan , dan sifat-sifat Tuhan yang mempergunakan kata Maha, co: Adi, Bogor, Indonesia, Januari, Tuhan, Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih.
3.             Digunakan untuk judul-judul buku, nama harian, majalah, artikel, sajak. Co: Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru, Majalah Ilmu Sastra Indonesia

K.      Tanda Elipsis (Titik-titik)
1.             Untuk menyatakan ujaran yang terputus-putus, atau menyatakan ujaran yang terputus dengan tiba-tiba, Co: Ia seharusnya … seharusnya … sudah berada di sini.
2.             Tanda elipsis dipergunakan juga untuk meminta kepada pembaca mengisi sendiri kelanjutan dari sebuah kalimat, Co: Gajinya kecil. Tetapi ia memiliki sebuah mobil luks, rumah yang mewah, malah sebuah bungalow di Puncak. Entahlah dari mana ia dapat mengumpulkan semua kekayaan itu ….!

L.      Tanda Kurung
1.             Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan, Co: Peranan IRRI (International Rice Research Institute) adalah untuk menciptakan berbagai varietas yang telah ditingkatkan.
2.             Mengapit angka atau huruf yang memperinci satu seri keterangan,Co: Agar seminar mengambil keputusan dengan pokok-pokok berikut :; Siapa yang melaksanakan?
               organisasi; Lembaga khusus
               personalia; staf ahli
               perguruan tinggi (komplemen)

M.        Tanda Kurung Siku [ ]
Dipakai untuk menerangkan sesuatu di luar jalannya teks, atau sisipan keterangan (interpolasi) yang tidak ada hubungan dengan teks. Contoh : Sementara itu lingkungan pemuda dari kampus ini berhubung [maksudnya : berhubungan] dengan kenyataan-kenyataan di luar kampusnya.

TUGAS
1.             Tempatkanlah tanda baca pada kalimat-kalimat dibawah ini
a.              Terima kasih katanya sambil menerima bungkusan itu dari tangannya
b.             Benarkah kamu menerima bungkusan itu tanyanya dengan nada agak keras
c.              Karena macetnya lalu lintas  antara jam 730 pagi sampai jam 1030 pagi maka tidak mungkin mobil itu dilarikan lebih cepat dari 20 km jam
2.             Dalam kalimat-kalimat dibawah ini terdapat kesalahan dalam menempatkan tanda baca. Tunjuklah mana yang salah serta usahakanlah memperbaikinya!
a.              Terang pula bahwa, sikap keahlian sang guru sangat menentukan
b.             Contoh yang mudah ialah perbandingan antara sebuah buku riwayat; atau sejarah dengan sebuah roman sejarah
c.              Juga di sini tidak akan dikemukakan, definisi apakah roman, novel, dan cerita pendek itu.

KOHERENSI/ Masalah Kebahasaan
1.             Repetisi
2.             Kata Ganti
3.             Kata Transisi

Repetisi
Kepaduan sebuah alinea dapat terjadi salah satunya dengan mengulang kata-kata kunci, yaitu kata yang dianggap penting. Kata kunci mula-mula muncul dalam kalimat pertama lalu diulang dalam kalimat-kalimat berikutnya. Co: “ Bahasa merupakan alat yang baik dalam pergaulan antar manusia. Pergaulan antar manusiaialah pertemuan total antara manusia satu dengan manusia lainnya. Manusia dalam keseluruhannya, jasmani dan rohani bertemu dan bergaul satu sama lain. Tanpa bahasa pertemuan dan pergaulan kita dengan orang lain amat tidak sempurna”
Kata kunci:
1.             Pergaulan antara manusia.
2.             manusia à fungsi bahasa sebagai alat pergaulan.
3.             bertemu dan bergaul

Kata ganti
Sebuah kata yg mengacu kepada manusia, benda atau hal tidak akan dipergunakan berulang kali dalam sebuah konteks yang sama. Pengulangan kata yg sama tanpa suatu tujuan yg jelas menimbulkan rasa kurang enak, pengulangan hanya digunakan untuk mendapat penekanan. Co 1: Fajrin dan Rangga merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari Fajrin dan Rangga  selalu kelihatan bersama-sama. Fajrinlah yang selalu menjemput Rangga ke kampus, karena rumah Fajrin lebih jauh letaknya dari rumah Rangga. Fajrin dan Rangga selalu siap sedia menolong kawan-kawan Fajrin dan Rangga bila kawan-kawan Fajrin dan Rangga mengalami kesulitan.


Kata Transisi
Kata transisi fungsinya terletak antara kata ganti dan repetisi. Seringkali terjadi bahwa hubungan antara gagasan-gagasan agak sulit dirumuskan. Sebab itu diperlukan bantuan, yaitu kata-kata transisi sebagai penghubung antara satu kalimat dengan kalimat lainnya. Bila hal ini dihubungkan dengan proses berpikir pada anak-anak bersifat analitis sedangkan pada orang dewasa lebih bersifat sintetis. Oleh sebab itu tulisan yang baik sejauh mungkin dihindari pemakaian kata transisi, tetapi bila benar-benar diperlukan untuk penekanan maka kata transisi itu harus dipakai. Co 1: “Jam lima pagi saya sudah bangun, Sesudah itu saya ke kamar mandi, lalu saya mandi. Sesudah itu saya berpakaian. Sesudah berpakaian lalu saya makan pagi. Kemudian saya menyiapkan buku-buku ke sekolah saya. Sesudah itu saya pamit ayah dan ibu, lalu saya berangkat ke sekolah.”. Co 2: : “Hari masih jam lima pagi. Udara masih terasa segar dan nyaman, keadaan sekitarpun masih sunyi senyap. Tanpa menghiraukan kesunyian pagi itu saya langsung menuju kamar mandi, setelah bersenam sebentar untuk melenturkan otot-otot  yang telah beristirahat semalam. Siraman air yang sejuk dan dingin mengagetkan saya, tetapi hanya sekejap. Mandi pagi memang menyegarkan; badan menjadi segar, pikiran menjadi cerah. Semua kekusutan pada hari yang lampau hilang lenyap. Hari yang baru disongsong dengan hati yang lebih tabah. Itulah sebabnya saya selalu membiasakan diri mandi pagi.”
Macam-macam Kata/Frasa Transisi:
1.             Hubungan yang  menyatakan tambahan kepada sesuatu yang telah disebut sebelumnya:lebih lagi, tambahan (pula), selanjutnya, disamping itu, dan , lalu, seperti halnya, juga,  lagi (pula), berikutnya, kedua, ketiga, akhirnya, tambahan lagi, demikian juga.
2.             Hubungan yang menyatakan pertentangan  dengan sesuatu yang telah disebut lebih dahulu:tetapi, namun, bagaimanapun juga, walaupun demikian, sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun, meskipun.
3.             Hubungan yang menyatakan perbandingan: sama halnya, seperti, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana.
4.             Hubungan yang menyatakan akibat atau hasil: sebab itu, oleh sebab itu, oleh karena itu, karena itu, jadi, maka, akibatnya.
5.             Hubungan yang menyatakan tujuan: untuk maksud itu, untuk maksud tersebut, supaya.
6.             Hubungan yang menyatakan singkatan, contoh, intensifikasi: singkatnya, ringkasnya, secara singkatnya, pendeknya, pada umumnya, seperti sudah dikatakan, dengan kata lain, misalnya, yakni, yaitu, sesungguhnya.
7.             Hubungan yang menyatakan waktu: sementara itu, segera, beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian
8.             Hubungan yang menyatakan tempat: di sini, di situ, dekat di seberang, berdekatan dengan, berdampingan dengan

PARAGRAF/ALINEA
Definisi :
1.             Baris baru / ganti garis (Purwadarminta)
2.             Paragraph means something written beside ( Weaver)
3.             Membagi dalam fasal demi fasal (Wojowasito)
4.             Seperangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang Relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan
Ciri paragraf
1.             Setiap paragraf mengandung makna, pesan, pikiran, atau ide pokok.
2.             Dibangun oleh sejumlah kalimat.
3.             Satu kesatuan ekspresi pikiran
4.             Kesatuan yang koheren dan padat
5.             Kalimat paragraf tersusun secara logis-sistematis.

Fungsi paragraf
1.             ”Wadah” untuk menampung sebagian kecil ide pokok keseluruhan karangan
2.             Memudahkan pemahaman jalan pikiran pengarang
3.             Memungkinkan pengarang menguraikan ide secara sistematis
4.             Mengarahkan pembaca dalam mengikuti alur pikiran pengarang
5.             Penanda pikiran baru mulai berlangsung
6.             Sebagai pengantar, transisi, dan konklusi dalam keseluruhan karangan

Unsur paragraf
1.             Transisi : kata atau kalimat
2.             Kalimat topik (topic sentence)
3.             Kalimat pengembang (development sentences)
4.             Kalimat penegas (punch line)

Transisi ?
1.       Mata rantai penghubung antar paragraf.
2.       Tidak selalu harus ada dalam setiap paragraf, berdasarkan pertimbangan pengarang.
3.       Berupa kata dan kelompok kata/kalimat
Contoh :
Ringkasnya, faktor yang menentukan kualitas suatu lembaga ada tiga hal, yakni (1) SDM, (2) sarana dan (3) manajemen. SDM (Sumber Daya Manusia) sebagai faktor pelaksana sangat menentukan dalam operasional lembaga tersebut. SDM akan dapat bekerja dengan baik dan optimal bila didukung oleh sarana yang memadai. Penggunaan sarana oleh manusia dapat dilakukan dengan baik bila diatur oleh suatu manajemen yang baik pula.

Contoh :
Sebaliknya, di rumah, Pak Ali sering marah-marah.Sarapan pagi terlambat dihidangkan apalagi dalam keadaan dingin ia langsung memukul-mukul meja makan sambil memaki-maki pelayan dapur. Kamar tidur tidak bersih giliran pelayan kamar kena omelan. Bila letak buku atau surat-surat berubah dari semula maka ia langsung menegur istri atau anaknya. Kalau pekarangan dan mobil tidak bersih alamat pelayan taman kena ”semprot”. Boleh dikata Pak Ali melampiaskan marahnya setiap ada yangtidak beres di rumah.

Contoh :
Sejak ayahnya meninggal, tanggung jawab Amin semakin berat. Biaya hidup keluarga dibebankan kepundaknya. Pelunasan utang-piutang keluarga selama ini harus diselesaikannyan sendiri. Kelanjutan sekolah adikadiknya harus ia pertahankan. Pengelolaan Perusahaan Bata peninggalan ayahnya harus pula ia laksanankan. Benar-benar Amin menjadi tumpuan harapan keluarganya.

Topik ?
1.             Kalimat topik/ major point/ main idea/ central idea/ topic sentence/ pikiran utama/ ide pokok/ kalimat pokok
2.             Perwujudan pernyataan ide pokok paragraf berbentuk umum /abstrak.
Contoh :
Tarif perawatan di RSU sangat mahal. Xxxxxxxx zzzzzz vvvvvvv yyyyy ………
3.       Letaknya : - awal paragraf,         - tengah paragraf,         - akhir paragraf

Kalimat Pengembang ?
1.             Perluasan pemaparan ide pokok
2.             Bagian terbanyak dalam paragraf
3.             Pola kalimat pengembang mempengaruhi  pola pengembangan paragraf

Kalimat penegas ?
1.             Elemen paragraf terakhir
Berfungsi :
a.              Pengulang/ penegas kalimat topik
b.             Selingan/ daya tarik pembaca
c.              Tidak mutlak ada, berdasarkan pertimbangan pengarang

paragraf
Jenis paragraf berdasarkan letak pokok pikiran
1.             Deduksi : topik di awal paragraf
2.             Induksi : topik di akhir paragraf
3.             Campuran : topik di tengah
Contoh paragraf deduksi
Tarif opname di beberapa rumahsakit mengalami kenaikan. Pihak rumahsakit menaikan tarif dengan alasan semakin tingginya biaya operasional rumahsakit. Bila tarif opname tidak dinaikan maka rumahsakit akan kesulitan untuk menutupi biaya operasional. Tarif ruangan kelas satu yang sebelumnya sebesar Rp. 250.000,00 permalam kini menjadi Rp. 350.000,00 permalam. Biaya perawatan yang sebelumnya dihitung sama untuk semua kelas, kini setiap kelas mempunyai tarif biaya yang berbeda-beda. Biaya cuci darah sebelum kenaikan sebesar Rp. 500.000,00 sekali cuci, kini naik menjadi Rp. 750.000,00. Kenaikan tarif ini belum lagi dihitung dengan harga obatobatan yang juga mengalami kenaikan. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat yang mengeluh.

Contoh paragraf deduktif
Hubungan administrasi dengan organisasi merupakan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai penyelenggaraan kerja yang baik dan menguntungkan. Organisasai tersebut harus melakukan kegiatan-kegiatan, kegiatan-kegiatan itu untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena apabila suatu organisasi bila ingin berkembang dan maju harus ditunjang dengan administrasi maupun organisasi satu sama lainnya harus saling menunjang tanpa mengabaikan semua unsur-unsurnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah wadah sedangkan admindistrasi sebagai penyelenggaranya.

Paragraf induksi
Ruang opname kelas satu biasanya dipenuhi pasien. Bahkan rumahsakit harus menambah tempat tidur pasien guna menampung jumlah pasien yang jumlahnya sangat banyak. Keluarga pasien lebih memilih dirawat di kelas satu. Hal ini dengan anggapan bahwa pelayanan di kelas satu lebih baik, sehingga mereka bisa cepat sembuh. Mereka tidak memikirkan jumlah biaya yang harus dikeluarkan. Berapapun biaya yang harus dikeluarkan mereka siap menanggungnya, asalkan keluarga yang sakit dapat segera sembuh. Tetapi keadaan itu sekarang berubah secara drastis. Pasien lebih memilih diopname di kelas dua atau bahkan kalau ada cukup di ruang kelas tiga. Hal ini berkaitan dengan diberlakukannya tarif baru untuk opname dan tindakan medis lainnya. Banyak masyarakat yang memilih opname di ruang kelas dua atau kelas tiga dengan pertimbangan besarnya biaya opname di kelas

Paragraf campuran
Beban hidup yang semakin berat membuat orang mencari cara penyembuhan yang murah tetapi efektif. Pamor dan ketenaran dukun yang menonjol mempengaruhi pola berpikir masyarakat dalam memahami cara pengobatan. Hal ini karena sekarang dukun secara terang-terangan berani memasang iklan di koran atau majalah tentang jasa pengobatan yang dapat dilakukannya. Informasi tentang keampuhan dukun dengan cepat menyebar di tengah masyarakat. Wajar bila banyak masyarakat yang berobat ke dukun. Keadaan ini ditunjang semakin mahalnya biaya pengobatan secara medis. Selain itu tempat tinggal masyarakat yang cukup jauh dari tempat pengobatan medis dan relatif dekat dengan sang dukun semakin memudahkan masyarakat untuk berobat kepada dukun. Tambahan lagi ada beberapa jenis penyakit yang dapat disembuhkan oleh dukun. Meskipun kesembuhan ini apakah memang karena keahlian dukun atau memang kebetulan dapat sembuh.

Pola pengembangan paragraf
1.             Paragraf deduksi                        4.         Paragraf perbandingan
2.             Paragraf induksi                         5.         Paragraf pertanyaan
3.             Paragraf campuran

Paragraf perbandingan : topik berupa perbandingan dua hal
Anatomi tubuh manusia mempunyai kemiripan dengan anatomi tumbuhan. Bila manusia memiliki organ yang berfungsi menyerap zat-zat makanan, maka tumbuhan mempunyai akar dengan fungsi yang sama. Manusia memiliki tubuh yang berfungsi menyangga struktur secara keseluruhan, maka tumbuhan memiliki batang yang fungsinya sama. Bila manusia memerlukan air dan oksigen, maka tumbuhan juga memerlukan air dan oksigen untuk hidupnya. Manusia bila sudah sampai waktunya dapat berkembang biak, maka tumbuhan juga dapat melakukan hal yang sama. Hanya cara berkembang biaknya yang tidak sama. Manusia mempunyai kemungkinan untuk diserang penyakit, maka tumbuhan juga mempunyai kemungkinan yang sama.

Paragraf pertanyaan : topik dijelaskan dengan kalimat tanya dan kalimat berita.
Kepala kantor kami, Pak Akhmadi, gelisah. Mengapa beliau gelisah? Tidak puas dengan kedudukannya sekarang? Bukan, bukan itu sebabnya. Ia sangat puas bahkan ingin memper-tahankan kedudukannya sekarang. Ia resah karena pimpinan pusat telah mencium ketidak-beresan pertanggungjawaban keuangan dikantor-nya. Banyak pengeluaran yang menyalahi ang-garan. Tidak sedikit kuitansi pembelian barang yang meragukan. Pembangunan kantor baru yang dipercayakan pimpinan pusat padanya tidak selesai menurut jadwal yang telah ditetapkan. Dana sudah hampir habis, gaji mingguan para pekerja bangunan sudah empat minggu belum dibayar.

MAHASISWA àà Menulis !!!
ü   Kemampuan menulis mutlak didasarkan atas kemampuan memahami bacaan, krn berbahasa hakekatnya adalah meniru. Bahan bacaan adalah bahan untuk ditiru.
ü   Orang yg pandai membaca lebih mampu memahami konsep ejaan, morfologis, diksi, kalimat dan karangan.
ü   Membaca hrs menjadi kegiatan utama mahasiswa.
ü   Menulis berarti menuangkan pikiran/ide/gagasan/fakta dalam bentuk tulis

Keuntungan Menulis :
1.             Lebih mengenali kemampuan dan potensi diri
2.             Dapat mengembangakan berbagai gagasan
3.             Dapat menyerap, mencari, serta menguasai ….. Permasalahan
4.             Dapat mengorganisasikan pikiran secara sistematis serta mengungkapkan secara tersurat
5.             Dapat menilai pikiran kita sendiri secara lebih obyektif
6.             Lebih mudah memecahkan permasalahan
7.             Mendorong kita belajar secara aktif
8.             Membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib

Tulisan di perguruan tinggi
1.             Bermakna jelas/lugas                  3.         Singkat & padat
2.             Merupakan kesatuan yang bulat             4.         Memenuhi kaidah kebahasaan &
teknik penulisan
Menulis berhubungan dengan proses berpikir yang menyangkut memilih topik, membatasi topik, mengembangkan pikiran, menyajikan dalam kalimat dan paragraf yang disusun secara logis dan sistematis.

Laporan Akademis
laporan berbentuk tulis, merupakan jenis dokumen mengenai suatu masalah yang diteliti dalam bentuk fakta-fakta yang diarahkan kepada tindakan yang diambil

Laporan disusun secara :
1.             LOGISà segala keterangan yang disajikan dapat diusut alasan-alasannya atau dasar-dasarnya yang masuk akal.
2.             SISTEMATISà keterangan yang dikemukakan disusun dalam urutan yang memperhatikan pertalian yang saling menunjang
3.             LUGASà Bhs yang digunakan langsung menunjukkan pokokpersoalan, tdk berbunga-bunga atau bertele-tele.

Jenis Laporan Akademis:
1.             Makalah/ Kertas Kerja/ Paper                             5.         Buku teks
2.             Laporan Tugas Akhir/ Skripsi/ Tesis/ Disertasi   6.         Buku pedoman
3.             Artikel Ilmiah                                                     7.         Dsb.
4.             Artikel Ilmiah populer

PENALARAN DLM BAHASA
1.             Berbahasa identik dgn berpikir. Jadi, sebelum berbahasa, kita hrs berpikir
2.             Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan/pengetahuan yang dapat bersifat ilmiah dan tidak ilmiah
3.             Bernalar berarti berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka, emosi dan keyakinan seseorang, krn penalaran mendidik manusia bersikap obyektif, tegas, dan berani.


Penalaran
1.             Penalaranà suatu proses berpikir yang logis dengan berusaha menghubung-hubungkan fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan.
2.             Faktaà kenyataan yang dapat diukur dan dikenali.
3.             Dengan mengamati fakta, kita dpt menghitung, mengukur, manaksir, memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan dan menghunbung-hubungkan. à Dasar berpikir adalah klasifikasi

Klasifikasi
1.             Klasifikasià pengelompokan benda/fakta yang sama dan memisahkan dari yang berbeda menurut spesiesnya.
2.             Guna Klasifikasià untuk memahami fakta yang diperlukan sebagai dasar penalaran
3.             Proses Klasifikasià memasukkan atau menempatkan benda-benda/fakta-fakta kedalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem

Persyaratan Klasifikasi
1.             Prinsipà dasar untuk membuat klasfikasi, berupa ciri yg menonjol yg dpt mencakup semua fakta/benda/gejala yag diklasifikasikan
2.             Logis & Konsistenà prinsip-prinsip harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya
3.             Lengkap & Menyeluruhà pengelompokan yg digunakan hrs dikenakan kpd semua anggota kelompok, tanpa kecuali

SISTEMATIKA KARYA  ILMIAH
I. PENDAHULUAN
               A. Latar Belakang Masalah
               B. Rumusan Masalah
               C. Tujuan
II. ISI
                    Pembahasan
III. PENUTUP
                A. Kesimpulan
                B.  Saran
DAFTAR  PUSTAKA
PENYUNTINGAN

TUGAS:  Buatlah Karya Ilmiah/ makalah
1.             Judul sesuai dengan Progdi/Fakultas Anda.
2.             Diketik dengan huruf Time New Roman, font  12, spasi 1,5.
3.             Daftar Pustaka minimal 5 buku.
4.             Terdiri dari:  bab I  (pendahuluan: latar belakang masalah, rumusan masalah dantujuan), bab II (pembahasan),  bab  III penutup (kesimpulan dan saran), Daftar Pustaka
5.             Jumlah halaman  5 – 10  lembar

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
A.            lhwal Karangan llmiah
Menulis bagi banyak orang memang sangat tidak mudah. Bagi sementara orang yang lain lagi justru terjadi sebaliknya, menulis adalah sesuatu yang mudah dan sangat menyenangkan. Berkaitan dengan hal ini, sesungguhnya ihwal kebiasaan membaca memiliki peran dan  pengaruh yang sangat besar dalam menjadikan orang merasakan mudah ataukah merasakan sulit di dalam aktivitas menulis itu. Selain dipengaruhi oleh banyak sedikitnya sumber bacaan yang dicerna oleh seseorang, menulis, terutama yang bersifat ilmiah, sangat dikendali oleh aturan aturan penulisan yang sifatnya cenderung konvensional dan berlaku universal.
Dikatakan berlaku konvensional karena di dalamnya terdapat aturan-aturan penulisan yang mau tidak mau harus diikuti oleh seseorang.
Di sisi yang berbeda, menulis ilmiah juga dapat dikatakan berdimensi universal. Dengan dimensi keuniversalan itu maksudnya,karya ilmiah itu baik format maupun esensinya diterima dan dipahami secara sama oleh masyarakat ilmiah yang berada di seluruh dunia.
B.            Lebih mengenali Karangan llmiah
Pertama-tama harus dipahami terlebih dahulu bahwa karangan ilmiah lazimnya dipahami sebagai tulisan yang memiliki corak atau genre keilmuan. Jadi, dikatakan sebagai hal yang ilmiah karena sesungguhnya dimensi-dimensi keilmuan itu menjadi kandungan pokoknya dalam tulisan itu. Nah, secara khusus dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan ilmiah itu berkaitan sangat erat dengan dimensidimensi yang berikut ini.
1.             Fakta/Data sebagai Dasar
Sebuah tulisan akan dapat dianggap sebagai hal yang sifatnya ilmiah karena dasar pokoknya adalah data atau fakta. Data yang berkualifikasi sempurna itu lazimnya juga didapatkan dengan cara-cara yang baik dan tepat pula. Jadi, data itu tidak cukup dikumpulkan tetapi juga harus diidentifikasi, harus diolah, harus diseleksi, dan harus diklasifikasi dengan baik, sehingga kelas-kelas atau tipe-tipe datanya menjadi jelas.Data di dalam karangan ilmiah itu harus didapatkan dari sumber data yang jelas, penyampelannya juga harus tepat, objek datanya juga harus jelas identitas atau kejatiannya.
2.             Pemikiran, Analisis, dan Konklusi Logis
Sebuah karangan ilmiah juga harus memenuhi ketiga dimensi kelogisan di dalam tiga hal, yakni pemikiran atau penalarannya, analisis atau pembahasannya, dan penarikan simpulan atau penyimpulannya. Secara umum, dapat pula dikatakan bahwa karangan ilmiah itu harus memenuhi kriteria berpikir logis.
Urutan-urutan pemaparan di dalam penulisan karya ilmiah, apakah harus memakai urutan waktu, urutan alur nalar, urutan kepentingan, urutan spasial, dan seterusnya, semuanya harus ditentukan dengan jelas dan tegas dalam menulis sebuah karya ilmiah.
Jadi, akar-akar masalah yang lazimnya  dirumuskan pada bagian pendahuluan dalam bentuk rumusan masalah, yang bentuknya tidak harus berupa kalimat tanya, harus dapat dianalisis dengan sempurna dengan memerantikan alat-alat analisis yang jelas. Dalam  kerangka karangan atau tulisan ilmiah ini pula, analisis atau pembahasan data yang benar itu harus didasarkan pada teorisasi yang benar, selain juga digunakan alat-alat analisis, yang juga harus tepat benar. Agar teori-teori dan kajian-kajian pustaka dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis data, maka teori dan pustaka itu tidak dapat hanya semata-mata ditampilkan sebagai deskripsi, tetapi lebih dari semua itu di dalamnya harus terdapat interpretasi-interpretasi.
3.             Objektif dan Tidak Berpihak
Salah satu yang harus diperhatikan dan ternyata sangat penting di dalam sebuah karangan ilmiah adalah bahwa pembahasan atau analisis yang dilakukan harus benar-benar obyektif. Dimensi obyektivitas ini sama sekali tidak dapat ditawar karena sesungguhnya alasan pokok sebuah penelitian yang hasilnya disajikan dalam bentuk karangan ilmiah atau karya ilmiah itu adalah pencarian kebenaran.
4.             Akurat dan Sistematis
Ciri lain yang juga harus sangat diperhatikan di dalam penyusunan karya ilmiah adalah bahwa semua yang disajikan di dalam karya ilmiah itu harus bersifat sistemik dan sistematik. Adapun yang dimaksud dengan dimensi sistemik itu adalah bahwa karya ilmiah harus sepenuhnya mengacu kepada sistem dan/atau tata cara ilmiah tertentu yang sifatnya konvensional dan sekaligus universal seperti yang disebutkan di bagian terdahulu.
 Selanjutnya dapat dikatakan sistematis apabila pengaturan dan penataannya runtut sesuai dengan urutan yang berlaku umum atau uniyersal sebagai karya ilmiah.
5.             Tidak Emosional
Karangan ilmiah tidak boleh bernuansa emosional. Maka, bahasa yang digunakan juga tidak boleh penuh dengan nuansa dan perasaan yang penuh dengan keharuan dan sarat dengan permohonan maaf. Lazimnya pula, bahasa yang emosional itu disajikan dengan nuansa kata yang berbelit-belit, tidak langsung pada persoalan dan/atau sasarannya.
C.      Asas-asas  Menulis Karangan Ilmiah
1.       Kejelasan (clarity)
Karangan ilmiah harus konkret dan jelas. Kejelasan itu saja berarti mudah dipahami, mudah dibaca, tetapi juga harus tidak memberi ruang untuk disalahtafsirkan, tidak boleh bersifat sama-samar, tidak boleh kabur, tidak boleh ada di wilayah abuabu. (Bahasa Jawa: kedah gamblang wijang-wijang).
Kejelasan di dalam karangan ilmiah itu ditopang oleh hal-hal berikut:
-                Pemakaian bentuk kebahasaan yang lebih dikenal daripada bentuk. kebahasaan yang masih harus dicari-cari dulu maknanya, bahkan oleh penulisnya.
-                Pemakaian kata-kata yang pendek, ringkas, tajam,lugas, daripada kata-kata yang berbelit, yang panjang, yang rancu, yung boros (uerbose).
-                Pemakaian kata-kata dalam bahasa sendiri daripada kata-kata dalam bahasa asing. Kata-kata asing dapat digunakan hanya kalau memang istilah itu sangat teknis sifatnya sehingga tidak (belum) ada istilah/kata yang pas dalam bahasa Indonesia.
Jadi, jangan sampai verbalistis!
2.             Ketepatan (accuracy)
Karangan ilmiah menjunjung tinggi keakuratan. Hasil penelitian ilmiah dan cara penyajian hasil penelitian itu haruslah tepat/akurat. Supaya karangan ilmiah menjadi sungguh-sungguh akurat, penulis/peneliti harus sangat cermat, sangat teliti, tidak boleh sembrono, atau 'main-main dengan ilmu'.
3.             Keringkasan (breaity)
Karangan ilmiah haruslah ringkas. Ringkas tidak sama dengan pendek. Karangan yang tebalnya 500 halaman dapat dikatakan ringkas sejauh di dalamnya tidak terdapat bentuk-bentuk kebahasaan yang bertele-tele, kalimat-kalimat yang bertumpukan (running-on sentence), dan sarat dengan kemubaziran dan kerancuan.
D.            Tema Karangan
Secara umum, tema karangan dapat dipahami sebagai sebuah ide sentral di dalam karangan yang akan mampu mengikat keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh pembuktian di dalam konstruksi karangan ilmiah yang bersangkutan.
E.            Kalimat Tesis
Karangan ilmiah membutuhkan kalimat tesis. Sesungguhnya, kalimat tesis itu identik dengan tema karangan. Tema karangan lazimnya tidak dituliskan secara eksplisit ketika orang sedang menulis atau sedang mengarang, tetapi hanya diyadikan peranti bayangan jiwa karangan yang akan menuntun penulis atau pengarang itu untuk menyelesaikan tugasnya.
1.       Tema : Meningkatkan penjualan sepatu buatan dalam negeri.
2.       Tujuan : untuk menunjukkan bahwa sepatu buatan dalam negeri dapat diupayakan agar  lebih diminati oleh konsumen.
3.       Tesis : Sepatu buatan dalam negeri dapat ditingkatkan penjualannya dengan menambah  daya saing agar lebih diminati konsumen.
4.       Judul : Sepatu Lokal, Kenapa Tidak?


F.      Kerangka Karangan
Adapun fungsi dari kerangka karangan itu adalah sebagai berikut: memperlihatkan pokok bahasan, sub-bahasan, sub-sub bahasan, dan memberikan kemungkinan perluasan bahasan sehingga memungkinkan penulis menciptakan suasana kreatif sesuai dengan variasi yang diinginkan; mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik, judul, kalimat tesis, dan tujuan karangan; mencegah ketidaklengkapan bahasan; mencegah pengulangan pembahasan; memudahkan pengendalian variabel; memperlihatkan kekurangan dan kelebihan materi pembahasan.
Selanjutnya, bentuk-bentuk kerangka karangan dapat dibedakan sebagai berikut.
Bentuk kerangka kalimat: mempergunakan kalimat deklaratif yang lengkap untuk merumuskan setiap topik, sub-topik, maupun sub-sub topik, misalnya:
I.       Pendahuluan
1.      Latar belakang membahas  ..  ……
2.      Masalah merumuskan...........
3.      Tujuan berisi upaya..............
Bentuk kerangka topik menggunakan sub-topik, dan sub-sub topik, misalnya:
II.      Masalah Remaja
1.      Pergaulan bebas
2.      Ketergantungan obat

H.      lhwal Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah
Berkaitan dengan hal-hal ini, mohon agar diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini.:
1.             Diuraikan penalaran (alasan) yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan diuraikan jawabannya.
2.      Diuraikan kegunaan praktis hasil analisis.
3.      Diungkapkan masalah utama secara jelas, lazimnya dalam bentuk pertanyaan.
Gunakanlah kata tanya yang menuntut analisis (bagaimana, mengapa). Kata tanya (apa)       tidak menuntut analisis.

J.       lhwal Tujuan Penulisan
Adapun berkenaan dengan tujuan penulisan, silakan diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini,
1.             Diuraikan target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa budaya tradisi dapar dilestarikan dengan  kreativitas baru; menguraikan pengaruh X terhadap y.
2.             Tujuan utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang akandibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga dirinci menjadi dua.

K.      lhwal Hipotesis
Tidak semua karya ilmiah ditulis dengan mencantumkan hipotesis. Jadi, adakalanya hipotesis diperlukan tetapi dalam banyak kesempatan hipotesis itu sama sekali tidak diperlukan. Sebuah hipotesis diperlukan hanya apabila diperlukan pembuktian terhadap dalil tertentu. Maka, apabila hipotesis itu harus dimunculkan, perhatikanlah uraian yang berkaitan dengan hal-ihwal hipotesis berikut ini.
1.             Secara etimologis, kata hipotesis berasal dari bahasa Yunani, hypo atau hupo artinya kurang dari, atau sebelum. Tesis juga berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah dalil, hukum, pendapat, atau kesimpulan. Jadi, kata 'hipotesis' artinya adalah 'sebelum dalil'. Hipotesis dapat dikatakan 'sebelum dalil' karena 'dalil sementara' itu belum dibuktikan kebenarannya lewat penelitian.
2.             Hipotesis bisa salah, bisa juga benar. Jika dalam penelitian ternyata terbukti bahwa sebuah hipotesis itu salah, harus dibuat lagi penelitian yang baru. u saja, ini tindakan yang keliru bagi seorang ilmuwan.
Adapun beberapa macam hipotesis dapat disampaikan berikut ini.
1.             Hipotesis deskriptif,  hipotesis ini ditujukan untuk mendemonstrasikan dugaan sementara  tentang bagaimana benda-benda, peristiwa-peristiwa dapat terjadi. Misalnya: Bagaimana bumi terbentuk? Bagaimana sungai terbentuk? Bagaimana manajemen terbentuk?  Bagaimana proses manajemen bekerja?
2.             Hipotesis argumentatif hipotesis ini digunakan untuk menunjukkan mengapa benda-benda atau peristiwa-peristiwa terjadi. Mengapa bumi berbentuk bulat? Mengapa matahari panas? Mengapa pendapatan masyarakat terus berkurang? Mengapa masyarakat Indonesia tetap  miskin?
3.             Hipotesis kerja: hipotesis ini digunakan untuk menjelaskan akibat-akibat dari suatu    sebab.  Hipotesis ini digunakan untuk menjelaskan bahwa seandainya variabel berubah maka variabel lain akan berubah pula. Fungsi dari hipotesis kerja ini adalah sebagai penuntun  penelitian.
4.             Hipotesis nol: hipotesis ini dirumuskan untuk memeriksa ketidakbenaran suatu dalil atau teori yang kemudian akan ditolak dengan pembuktian-pembuktian yang sah.

I.              Cara Kerja Penyusunan Karangan llmiah
Data yang telah dikumpulkan dan disajikan dalam kualifikasi 'sempurna' kemudian dianalisis (diinterpretasi, ditafsirkan, dibahas, diuraikan, dijabarkan, dipaparkan, dideskripsikan) dengan alat-alat analisis yang jelas. Alat-alat analisis itu bisa berupa teori-teori relevan yang menjadi dasar ancangan analisis dan tolok ukur/parameter yang dikenakan.
Data harus dianalisis dengan tetap cermat sambil mempertimbangkan pelbagai persyaratan, pelbagai kendala, aneka asumsi, dan teori-teori relevan yang menjadi dasar ancangan penelitiannya. Empat langkah Penyediaan Data:
1.             Penentuan sumber data haruslah tepat: sumber data haruslah 'genali, haruslah ditemukan secara purposif, dengan segala pertimbangan dan risiko demi 'data yang berkualifikasi sempurna' untuk dianalisis.
2.             Inventarisasi data: pengumpulan/penyediaan data dari sumber data yang sungguh kredibel dan dari 'khasanah dati yang tepat. Data juga harus dapat ditemukan dengan memadai atau bahkan melimpah, sehingga ada kesempatan bagi peneliti untuk 'mengesampingkan data yang nakal'.
3.             Seleksi data: data yang telah ditemukan dan telah diinventarisasikan dengan baik, langkah selanjutnya adalah seleksi data. Data dipisahkan menjadi data yang baik, data yang kurang baik, dan data yang tidak baik alias 'nakal'.
4.             Klasifikasi data: setelah seleksi dilakukan, data itu diklasifikasi, digolong-golongkan seperlunya disesuaikan dengan tujuan analisisnya. Data yang telah diklasifikasi dengan sempurna inilah yang kemudian dapat dikenai metode analisis data. Artinya pula, hanya setelah data terklasifikasi dengan sempurna, analisis data dapat dilakukan.

TULISAN ILMIAH
Tulisan ilmiah adalah  tulisan yang menyajikan pengetahuan tentang kebenaran, dalam arti pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya (obyektif). Ciri-ciri Tulisan Ilmiah:
1.             Tulisan ilmiah, merupakan tulisan ilmu pengetahuan yang disusun berdasarkan penelitian, betapapun sederhananya penelitian itu.
2.             Karena tulisan itu merupakan hasil penelitian, maka tulisan ilmiah itu bersifat obyektif.
3.             Isi tulisan ilmiah itu harus sitematis.
4.             Tulisan ilmiah dikembangkan berdasarkan rujukan atau referensi.
5.             Informasi tulisan ilmih brsifat eksplisit.
6.             Tulisan ilmiah juga memiliki cirri kehasaan yang lain.

BENTUK-BENTUK TULISAN ILMIAH
1.             Makalah (Paper)
Makalah atau paper adalah  naskah yang ditulis oleh mahasiswa untuk memenuhi tugas mata kuliah tertentu.
2.             Laporan Kerja atau Penelitian Lapangan
Laporan ilmiah ini disusun berdasarkan hasil observasi lapangan tentag topic atau masalah tertentu. Tulisan ini biasaanya digunakan untuk memenuhi persyaratan  ujian akhir Diploma.
3.             Skripsi
Skripsi adalah tulisan ilmiah brdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai persyaratan kelulusan studi strata satu. Taraf dan mutu ilmiahnya dapat teruji dalam proses siding (ujian Skripsi)
4.             Tesis
Tesis, adalah karya ilmiah yang ditulis berdasarkan penelitian untuk memenuhi persyaratan menempuh jenjang studi strata dua. Didalamnya  terungkap kebenaran kebenaran dan pemikiran pemikiran ilmiah tentang suatu masalah, juga sumbangan pemikiran baru untuk pengmbangan atau pemcahan masalah yang dibahas didalamnya.
5.             Desertasi
Disertasi, Yaitu karya ilmiah yang ditulis berdasarkan penelitian untuk memenuhi persyaratan menempuh jenjang studi strata tiga (Doktor)Didalamnya mengungkap kebnaran kebenaran dan pemikiran pmikiran ilmiah dan penemuan penemuan baru yang berupa prinsip prinsip, dalil dalil atau teori teori yang terkait  dengan masalah dalam penelitian tersebut.
6.             Laporan Hasil Penelitian Umum. Adalah naskah hasil penelitian yang setaraf denga studi lapangan maupun yang lebih tinggi yang ditujukan untuk proyek penlitian tertentu.

BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI

A.            Pendahuluan
Keterampilan berbahasa Indonesia merupakan keahlian (skils) yang harus dikuasai dan diberikan kepada guru, calon guru (mahasiswa keguruan), penceramah, kaum intelektual, maupun masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa sehingga akan lebih mantap dan handal dalam pemakaian segala aspek kebahasaan. Keterampilan berbahasa Indonesia mencakup: Keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi pesan (Ghofur, 2009:1).
Dalam kegiatan komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang diformulasikan dalam lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini disebut dengan encoding. Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang tersebut menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses ini disebut dengan decoding.

B.            Aspek-Aspek Keterampilan Berbahasa
Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan dasar berbahasa yaitu; menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keempat keterampilan tersebut saling terkait antara yang satu dengan yang lain.


1.             Hubungan Menyimak dengan Berbicara
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung. Menyimak bersifat reseptif, sedangkan berbicara bersifat produktif. Misalnya, komunikasi yang terjadi antar teman, antara pembeli dan penjual atau dalam suatu diskusi di kelas. Dalam hal ini A berbicara dan B mendengarkan. Setelah itu giliran B yang berbicara dan A mendengarkan. Namun, ada pula dalam suatu konteks bahwa komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Misalnya Khotbah di masjid, dimana pemceramah menyampaikan ceramahnya, sedangkan yang lainnya hanya mendengarkan. Terkait dengan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa keguruan atau calon guru dituntut untuk mampu memodifikasi aktivitas pembelajaran agar siswa mampu untuk melaksanakan kegiatan komunikasi baik satu arah, dua arah, maupun multi arah. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok, Tanya jawab, dan sebagainya.
2.             Hubungan Menyimak dan Membaca
Menyimak dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Penyimak maupun pembaca melakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur bahasa yang berupa suara (menyimak), maupun berupa tulisan (membaca) yang selanjutnya diikuti dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa konsep, ide, atau informasi. Keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan oleh manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kegiatan menyimak diawali dengan mendengarkan, dan pada akhirnya memahami apa yang disimak. Untuk memahami isi bahan simakan diperlukan suatu proses berikut; mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi atau menafsirkan, memahami, menilai, dan yang terakhir menanggapi apa yang disimak. Dalam hal ini menyimak memiliki tujuan yang berbeda-beda yaitu untuk; mendapatkan fakta, manganalisa fakta, mengevaluasi fakta, mendapat inspirasi, menghibur diri, dan meningkatkan kemampuan berbicara.
Menyimak memiliki jenis-jenis sebagai berikut:
-                Menyimak kreatif: menyimak yang bertujuan untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas pembelajar.
-                Menyimak kritis: menyimak yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memberikan penilaian secara objektif.
-                Menyimak ekstrinsik: menyimak yang berhubungan dengan hal-hal yang tidak umum danlebih bebas.
-                Menyimak selektif: menyimak yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dan memilih untuk mencari yang terbaik.
-                Menyimak sosial: menyimak yang dilakukan dalam situasi-situasi sosial.
-                Menyimak estetik: menyimak yang apresiatif, menikmati keindahan cerita, puisi, dll.
-                Menyimak konsentratif: menyimak yang merupakan sejenis telaah atau menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk.
3.             Hubungan Membaca dan Menulis
Membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca adalah kegiatan yang bersifat reseptif. Seorang penulis menyampaikan gagasan, perasaan, atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya seorang pembaca mencoba memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut.
Burns, Anderson, dan Ulit dalam Ghofur (2009:2) memaparkan bahwa Membaca adalah suatu proses kegiatan yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Proses tersebut berupa penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatan dimulai dari mengenali huruf, kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya. Lebih dari itu, pembaca menghubungkannya dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut, Kridalaksana dalam Ghofur (2009:2) menyatakan bahwa membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi bicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca dapat bersuara nyaring dan dapat pula tidak bersuara (dalam hati).
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut (Bryne dalam Ghofur, 2009:3). Lebih lanjut Bryne menyatakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekadar menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan karang-mengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan buah pikirannya secara menarik kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping harus menguasai topik dan permasalahannya yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen (1) grafologi, (2) struktur, (3) kosakata, dan (4) kelancaran.
Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri atas beberapa tahap. Mckey dalam Ghofur (2009:3) mengemukakan tujuh tahap yaitu (1) pemilihan dan pembatasan masalah, (2) pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan, (4) pembuatan kerangka karangan, (5) penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7) penulisan naskah akhir.
Secara padat, proses penulisan terdiri atas lima tahap yaitu; (1) pramenulis, (2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit, dan (5) mempublikasikan (Ghofur, 2009:3).
1.             Pramenulis
Pramenulis merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini seorang penulis melakukan berbagai kegiatan, misalnya menemukan ide/gagasan, menentukan judul karangan, menentukan tujuan, memilih bentuk atau jenis tulisan, membuat kerangka dan mengumpulkan bahan-bahan. Ide tulisan dapat bersumber dari pengalaman, observasi, bahan bacaan, dan imajinasi. Oleh karena itu, pada tahap pramenulis diperlukan stimulus untuk merangsang munculnya respon yang berupa ide atau gagasan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas, misalnya membaca buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain.
Penentuan tujuan menulis erat kaitannya dengan pemilihan bentuk karangan. Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan eksposisi; karangan yang bertujuan membuktikan, meyakinkan, dan membujuk dapat disusun dalam bentuk argumentasi dan persuasi. Karangan yang bertujuan melukiskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan deskripsi. Di samping seorang penulis dapat memilih bentuk prosa, puisi, atau drama untuk mengkomunikasikan gagasannya.
2.             Menulis
Tahap menulis dimulai dari menjabarkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Ide-ide dituangkan dalam bentuk satu karangan yang utuh. Pada tahap ini diperlukan berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, dan pembentukan kalimat. Sedangkan teknik penulisan diterapkan dalam penyusunan paragraf sampai dengan penyusunan karangan secara utuh.
3.             Merevisi
Pada tahap merivisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan paragraf dalam tulisan. Koreksi harus dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas serta sistematika penalarannya. Sementara itu aspek kebahasaan meliputi pemilihan kata, struktur bahasa, ejaan dan tanda baca.
4.             Mengedit
Apabila karangan sudah dianggap sempurna, penulis tinggal melaksanakan tahap pengeditan. Dalam pengeditan ini diperlukan format baku yang akan menjadi acuan, misalnya ukuran kertas, bentuk tulisan, dan pengaturan spasi. Proses pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penyediaan gambar atau ilustrasi. Hal itu dimaksudkan agar tulisan itu menarik dan lebih mudah dipahami.
5.             Mempublikasikan
Mempublikasikan mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian yang kedua disampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, dan sebagainya.
4.             Hubungan Menulis dengan Berbicara
Berbicara dan menulis merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Berbicara merupakan kegiatan ragam lisan, sedangkan menulis merupakan kegiatan berbahasa ragam tulis. Menulis pada umumnya merupakan kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat langsung.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi yang dalam proses itu terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain (komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Ghofur, 2009:5). Aspek-aspek yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri atas aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas; ucapan atau lafal, tekanan kata, nada dan irama, persandian, kosakata atau ungkapan, dan variasi kalimat atau struktur kalimat. Aspek nonkebahasaan terdiri atas; kelancaran, penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, dan sikap.
Langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik adalah:
a.             Memilih topik, minat pembicara, kemampuan berbicara, minat pendengar, kemampuan mendengar, dan waktu yang disediakan.
b.             Memahami dan menguji topik, memahami pendengar, situasi, latar belakang pendengar, tingkat kemampuan, serta sarana.
c.             Menyusun kerangka pembicaraan, pendahuluan, isi dan penutup.

Latihan dan Soal
1.             Sebutkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negera!
2.             Sebutkan ejaan-ejaan yang pernah digunakan (diberlakukan) di Indonesia untuk kepentingan tulis menulis !
3.             Sebutkan jenis-jenis wacana beserta contohnya masing-masing dalam bentuk paragraf !
4.             Apakah tujuan dan maksud dari keterampilan berbahasa ?
5.             Langkah apa saja yang harus ditempuh oleh seorang pembicara yang baik (orator) ?

BAB II
TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH
1.             Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jika pun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu. Disebut juga dengan penelitian lanjutan. Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan (mahasiswa) bukan sekadar menjadi penerima ilmu. Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang) ilmu. Dengan demikian, tugas kaum intelektual dan cendikiawan tidak hanya dapat membaca, tetapi juga harus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah. Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calon ilmuan wajib menguasai tata cara menyusun karya ilmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi juga praktik penulisannya. Kaum intelektual jangan hanya pintar bicara dan “menyanyi” saja, tetapi juga harus gemar dan pintar menulis.
Istilah karya ilmiah di sini adalah mengacu kepada karya tulis yang penyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan (Azwardi, 2008:111). Finoza dalam Alamsyah (2008:98) mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas 3 jenis, yaitu: (1) karangan ilmiah, (2) karangan semi ilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan non ilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; yang tergolong dalam karangan non ilmiah antara lain anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama. Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada karangan baku; sedangkan karangan semi ilmiah berada diantara keduanya.
Sementara itu, Yamilah dan Samsoerizal (1994:90) memaparkan bahwa ragam karya ilmiah terdiri atas beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurut pengelompokan itu, dikenal ragam karya ilmiah seperti; makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.
2.             Sikap Ilmiah
Ada tujuh sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh setiap penulis atau peneliti berdasarkan pendapat Istarani (2009:4) yaitu: sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap terbuka, sikap objektif, sikap menghargai karya orang lain, sikap berani mempertahankan kebenaran, dan sikap menjangkau ke depan.
3.             Ciri-Ciri Karya Ilmiah
Karangan ilmiah adalah karangan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan melalui bahasa tulis yang formal dengan sistematis-methodis. Karangan ilmiah bersifat sistematis dan tidak emosional. Dalam karya ilmiah disajikan kebenaran fakta. Ciri-ciri karya ilmiah menurut Alamsyah (2008:99) adalah sebagai berikut: (1) merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif ). Artinya, faktanya sesuai dengan yang diteliti, (2) bersifat methodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode tertentu dengan langkah langkah yang teratur dan terkontrol secara tertip dan rapi, (3) tulisan ilmiah menggunakan laras ilmiah. Artinya, laras bahasa ilmiah harus baku dan formal. Selain itu laras ilmiah harus lugas agar tidak ambigu (ganda).
4.             Manfaat Penulisan Karya Ilmiah
Ada beberapa manfaat penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut: (1) penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, karena sebelum menulis karya ilmiah, penulis harus membaca dulu, (2) penulis akan terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber dan mengembangkan ke tingkat pemikiran yang lebih matang, (3) penulis akan terasa akrab dengan kegiatan perpustakaan, seperti bahan bacaan dalam katalog pengarang atau katalog judul buku, (4) penulis akan dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis, (5) penulis akan memperoleh kepuasan intelektual, dan (5) penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat (Istarani, 2009:5).
Selain itu, dengan karya ilmiah penulis juga telah ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui karya tulis yang dihasilkannya. Dengan demikian para penulis dan peneliti telah memberikan royalti (masukan) yang berguna bagi pengembangan iptek itu sendiri. Sehingga karya ilmiah tersebut dapat dibaca dan bermanfaat bagi para mahasiswa, intelektual, pendidik (guru dan dosen), dan bagi masyarakat umum.
5.             Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah
Prinsip-prinsip umum yang mendasari penulisan sebuah karya ilmiah adalah:
a.              Objektif, artinya setiap pernyataan ilmiah dalam karyanya harus didasarkan kepada data dan fakta. Kegiatan ini disebut studi empiris. Objektif dan empiris merupakan dua hal yang bertautan.
b.             Prosedur atau penyimpulan penemuannya melalui penalaran induktif dan deduktif.
c.              Rasio dalam pembahasan data. Seorang penulis karya ilmiah dalam menganalisis data harus menggunakan pengalaman dan pikiran secara logis.
6.             Tema Karya Ilmiah
Dalam menulis karya ilmiah, penulis hendaklah mengangkat tema-tema yang aktual dan bukan suatu tema yang sudah basi dan kusam. Sehingga karya tulis yang dihasilkan lebih berbobot dan mendapat sambutan yang baik dari pembaca. Sebagian penulis kadang kala mengangkat tema yang kurang penting yang hanya menjadi sebuah tulisan yang mubazir. Selain itu, ada sebagian penulis ilmiah hanya bertindak sebagai seorang penulis plagiator atau diistilahkan dengan penulis “ceplakan atau sarjana foto kopi, julukan bagi mahasiswa yang skripsinya diupahkan pada tukang buat skripsi”.
Mengenai tema Walija (1996:19-20) memaparkan bahwa kata ‘tema’ diserap dari bahasa Inggris theme yang berarti ‘pokok pikiran’. Kata theme itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti; meletakkan atau menempatkan. Tema sebuah karangan merupakan ide dasar atau ide pokok sebuah tulisan. Biasanya tema tidak dapat dilihat dengan kasat mata dalam sebuah karangan, karena bukan terdapat dalam sebuah kalimat yang utuh, tetapi tema merupakan cerminan dari keseluruhan isi karangan dari awal sampai akhir. Tema merupakan amanat atau pesan-pesan yang dapat dipetik dari karangan. Rumusan dari simpulan yang berupa pesan-pesan pengarang itulah yang disebut tema.
Sebuah tema yang baik adalah harus menarik perhatian penulis sendiri. Apabila penulis senang dengan pokok pembicaraan yang ingin dikarang tentu seorang pengarang dalam keadaan senang atau tidak dalam keadaan terpaksa. Selain menarik perhatian, tema yang hendak ditulis terpahami dengan baik oleh penulis.
Selain tema dalam setiap tulisan ilmiah juga harus memiliki topik. Ada sebagian orang menyamakan antara topik dengan tema. Ternyata pendapat itu keliru. Topik adalah pokok pembicaraan yang ingin disampaikan dalam karangan.
Rambu-rambu yang harus diketahui dan dipahami oleh seorang penulis untuk menentukan dan memilih topik yang baik adalah sebagai berikut:
a.              Topik sebaiknya aktual.
b.             Topik sebaiknya berasal dari dunia atau bidang kehidupan yang akrab dengan penulis.
c.              Topik sebaiknya memiliki nilai tambah atau memiliki arti yang penting, baik bagi penulis sendiri atau bagi orang lain.
d.             Topik sebaiknya selaras dengan tujuan pengarang dan selaras dengan calon pembaca.
e.              Topik sebaiknya asli, bukan pengulangan atas hal yang sama yang pernah disajikan oleh orang lain.
f.              Topik sebaiknya tidak menyulitkan pencarian data, bahan, dan informasi lain yang diperlukan.
7.             Tahapan Umum Penulisan Karya Ilmiah
Tahap persiapan mencakup kegiatan menemukan masalah atau mengajukan masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Masalah yang ditemukan itu didukung oleh latar belakang, identifikasi masalah, batasan, dan rumusan masalah. Langkah berikutnya mengembangkan kerangka pemikiran yang berupa kajian teoritis. Langkah selanjutnya adalah mengajukan hipotesis atau jawaban atau dugaan sementara atas penelitian yang akan dilakukan. Metodelogi dalam tahap persiapan penulisan karya ilmiah juga diperlukan . Metodelogi mencakup berbagai teknik yang dilakukan dalam pengambilan data, teknik pengukuran, dan teknik analisis data. Kemudian tahap penulisan merupakan perwujudan tahap persiapan ditambah dengan pembahasan yang dilakukan selama dan setelah penulisan selesai. Terakhir adalah tahap penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan dianggap selesai.

8.             Bahasa Karya Ilmiah
Bahasa memegang peranan penting dalam penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu pemahaman tentang diksi (pilihan kata atau seleksi kata, bahasa Inggris; diction), istilah, kalimat, penyusunan paragraf, dan penalaran yang diungkapkan harus dikuasai peneliti. Selain itu, penulisan karya ilmiah harus mengacu pada Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan sesuai dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Dengan demikian, gaya penulisan karya ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal.
Di sisi lain, bahasa merupakan alat yang cukup penting dalam karangan ilmiah. Langkah pertama dalam menulis karya ilmiah yang baik adalah menggunakan tata bahasa yang benar (Suriasumantri, 1986:58). Apabila bahasa kurang cermat dipakai, karangan bukan saja sukar di pahami, melainkan juga mudah menimbulkan salah pengertian. Bahasa karangan yang kacau menggambarkan kekacauan pikiran penulis (Surakhmat dalam Finoza, 2006:215).
Dalam menulis karya ilmiah penulis juga diharapkan mampu menggunakan bahasa secara cermat. Sajikan ide-ide secara urut sehingga pokok-pokok pikiran dan konsep tersusun secara koheren. Gunakan ungkapan yang ekonomis sehingga tidak terjadi pengulangan ide atau penggunaan kata-kata yang berlebihan. Selain itu, gunakan ungkapan halus (smooth), agar pembaca dapat mengikuti alur pembahasan dengan mudah. Gaya kalimat jangan seperti puitis dan perhatikan penulisan secara benar dan baku.
9.             Penggunaan Bahasa dalam Karya Ilmiah
Dalam penggunaan bahasa terdapat beberapa ragam bahasa. Sugono (1999:10) berpendapat bahwa berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa jurnalistik. Yamilah dan Samsoerizal (1994:10) mengklasifikasikan ragam bahasa dengan nama istilah ragam fungsiolek.Ragam fungsiolek adalah ragam berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan: kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya. Hadi dalam Alamsyah (2008:102) mengatakan bahwa bahasa ragam karya ilmiah memiliki karakteristik tersendiri yaitu : singkat, padat, sederhana, lugas, lancar, dan menarik.
Selain itu, gaya penulisan karya ilmiah hendaknya memiliki kejelasan, reproduktif, dan impersonal. Kejelasan dimaksudkan bahwa setiap karya ilmiah harus mampu menyampaikan informasi kepada pembaca tentang objek penelitiannya secara gamblang. Kegamblangan ini dibicarakan sebagai foto kopi dari aslinya. Inilah yang dimaksud dengan reproduktif. Sedangkan impersonal berarti peniadaan kata ganti perorangan seperti: saya atau peneliti. Misalnya: Adapun masalah yang akan diteliti mencakup, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan penelitian. Pada posisi kata impersonal “diteliti” tidak boleh menggunakan kata saya atau peneliti.
10.         Tertib Mengutip
Dalam tradisi mengarang ilmiah berlaku mengutip pendapat orang lain. Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil pengamatan atau penelitian yang merupakan lanjutan dari penelitian yang terdahulu. Dengan kata lain, hasil-hasil penelitian orang lain, pendapat ahli, baik yang dilisankan maupun yang dituliskan dapat digunakan sebagai rujukan untuk memperkuat uraian atau untuk membuktikan apa yang dibentangkan (Walija, 1996:125). Dalam dunia tulis menulis ilmiah ada dua macam jenis kutipan, yaitu: kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung dalam pengutipannya harus diberi tanda kutip (“… “). Sedangkan kutipan tidak langsung tidak diberikan tanda kutip. Namun, kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung dalam tertib mengutip harus diberikan tanda dengan catatan kaki (foot notes). Catatan kaki adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan uraian (teks) yang ditulis di bagian bawah halaman yang sama. Apabila keterangan semacam ini disusun dibagian akhir karangan biasanya disebut keterangan saja. Catatan kaki bukan hanya untuk menunjukkan sumber kutipan, melainkan juga dipergunakan untuk memberikan keterangan tambahan terhadap uraian atau teks.Ada beberapa prinsip mengutip, yaitu: (1) tidak mengadakan perubahan, (2) memberitahu bila sumber kutipan mengandung kesalahan, (3) memberitahu bila melakukan perbaikan, dan (4) memberitahu bila menghilangkan bagian-bagian tertentu yang ada didalam kutipan.
11.         Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan daftar sejumlah buku acuan atau referensi yang menjadi bahan utama dalam suatu tulisan ilmiah. Selain buku, majalah, surat kabar, catatan harian, dan hasil pemikiran ilmuan juga dapat dijadikan sebagai referensi dalam menulis. Walija (1996:149) mengatakan bahwa daftar pustaka atau bibliografi adalah daftar buku atau sumber acuan lain yang mendasari atau menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan karangan. Unsur-unsur pada daftar pustaka hampir sama dengan catatan kaki. Perbedaannya hanya pada daftar pustaka tiada nomor halaman. Unsur-unsur pokok daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a.              Buku sebagai Bahan Referensi
               Nama pengarang, diurutkan berdasarkan huruf abjad (alfabetis). Jika nama pengarang lebih dari dua penggal nama terakhir didahulukan atau dibalik.
               Tahun terbit buku, didahulukan tahun yang lebih awal jika buku dikarang oleh penulis yang sama.
               Judul buku, dimiringkan tulisannya atau digaris bawahi.
               Data publikasi, penerbit, dan tempat terbit.
                                  DAFTAR PUSTAKA ditulis dengan huruf kapital semua dan menempati posisi paling atas pada halaman yang terpisah.
Contoh penulisan daftar pustaka buku sebagai referensi:
Ismail, Taufiq. 1993. Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda. Mulya, Hamdani. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Lhokseumawe: STAIN Malikussaleh.
Namun, jika bahan rujukan atau acuan dalam daftar pustaka yang bersumber dari internet ditulis sesuai dengan aturannya tersendiri berdasarkan pendapat Alamsyah (2008:119) sebagai berikut:
b.             Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal
Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti oleh tahun, judul karya (dicetak miring) dengan diberikan keterangan dalam kurung (Online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh: Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), jilid 5, No 4, (http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000).
c.              Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi
Nama pengirim (jika ada) disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim), diikuti oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim). Contoh: 1Davis, A. (a.davis @uwts.edu.au). 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring Tolls. Email kepada Alison Hunter (huntera @usq.edu.au).Contoh:Mulya, Hamdani. (mulyahamdani @yahoo.com). 15 Oktober 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Email kepada Redaktur Majalah Santunan Jadid (redaksisantunan @gmail.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar